Malam ini gemintang tak merasa sendiri, sebab bulan datang menghampiri.
Pagi hari daun tak merasa sepi , sebab embun menyelimuti.
Pun senja nanti aku yakin lembayung tak akan merasa sunyi, sebab jingga mendampingi.
Pagi hari daun tak merasa sepi , sebab embun menyelimuti.
Pun senja nanti aku yakin lembayung tak akan merasa sunyi, sebab jingga mendampingi.
Begitulah mengapa alam-Nya nampak indah, karena Sang Pencipta melukisnya dengan ketergantungan satu dan lainnya.
Seperti rinduku, yang bergantung pada hadirmu.
Sadarkah kamu...
Aku merindu hadirmu sejak ku tahu cinta itu indah.
Aku menantimu sejak ku rasa cinta itu anugerah.
Aku mengharapmu sejak ku mengerti bahwa cinta mampu membuat Dienku sempurna.
Aku menantimu sejak ku rasa cinta itu anugerah.
Aku mengharapmu sejak ku mengerti bahwa cinta mampu membuat Dienku sempurna.
Namun, ada hal penting yang tak ku tahu. Aku tak tahu kamu siapa.
Bukankah memang begitu mekanisme cinta? Aku bebas menggila walau tak jelas alasannya, aku bebas menanti walau tak paham untuk siapa.
Namun, ada pula hal lain yang jelas aku tahu, aku tahu bahwa cinta pula satu paket dengan cemburu.
Dalam penantianku, aku cemburu...
Pada angin yang bebas menyentuhmu,
Pada bayangan yang selalu berada didekatmu,
Pada cermin yang leluasa memperhatikanmu,
Pada mereka yang dengan mudah menikmati senyummu.
Pada bayangan yang selalu berada didekatmu,
Pada cermin yang leluasa memperhatikanmu,
Pada mereka yang dengan mudah menikmati senyummu.
Wahai kamu yang entah siapa..
Terasakah kala disini ku memperbincangkanmu kepada Penciptaku?
Bergetarkah hatimu kala disini ku titip rindu untukmu melalui Sang Empunya Cinta itu?
Ada desiran yang berbedakah pada aliran darahmu kala disini ku ungkap gundahnya menantimu pada Rabbku?
Bergetarkah hatimu kala disini ku titip rindu untukmu melalui Sang Empunya Cinta itu?
Ada desiran yang berbedakah pada aliran darahmu kala disini ku ungkap gundahnya menantimu pada Rabbku?
Wahai kamu yang entah siapa..
Tahukah kamu bahwa aku disini disiksa oleh bisingnya rindu yang bergemuruh?
Tahukah kamu bahwa aku mulai muak menelan sepi yang menghantuiku?
Dan tahukah kamu bahwa aku lelah terus menerus menikam hatiku demi mengingatmu yang belum halal untukku?
Tahukah kamu bahwa aku mulai muak menelan sepi yang menghantuiku?
Dan tahukah kamu bahwa aku lelah terus menerus menikam hatiku demi mengingatmu yang belum halal untukku?
Maka, untuk kamu yang entah siapa...
Bisakah kamu percepat langkahmu untuk nenjemputku?
Created by: @ninitatabon