Friday, 30 June 2017

Untuk Seseorang yang Akan Saya Dampingi Hingga Menua

Sesungguhnya saya ingin menulis ini sejak lama, bahkan sejak salam dan sapa diantara kita belum berarti apa-apa, saya ingin bercerita soal kamu sejak lama, bahkan sejak belum tahu harapan kita akan berujung kemana.

Tapi saya rasa saat ini sudah waktunya, saat ini saya baru bisa menuliskannya. Setiap hari saya berusaha untuk terlihat tenang di hadapan siapapun yang saya temui, tapi nyatanya saya harus jujur bahwa saya selalu gagal terlihat biasa saja jika di hadapan kolom laman pribadi saya ini.

Dulu, saya pernah menulis tentang kamu, tentang segala gelisah yang saya rasa kepada kamu, padahal saat itu kita belum bertemu, nama dan rupamu seperti apapun, saya belum tahu.

Namun kini, Tuhan sudah menjelaskan semuanya, Dia membawa kamu ke hidup saya, jika dulu setiap saya tulis kata "Kamu", saya tidak mengingat raut wajah siapa-siapa, tapi dalam tulisan ini, setiap saya tulis kata "Kamu", wajah kamulah yang mengisinya.

Harus saya akui dan tidak bisa saya tutupi lagi, semua tentang kita berawal di ruang tamu rumah saya, disana ada   percakapan serius antara kamu dan bapak, ada doa-doa yang melantun dari paman-bibi serta sanak saudara, ada sentuh lembut tangan ibumu di jari manis kiri saya.

Benar sudah, dari sana, semuanya dimulai...

Selepas kamu bertamu waktu lalu, saya yang sejak dulu sudah gemar memperhatikan waktu ini, sekarang menjadi semakin gemar lagi.
Tapi kali ini, saya juga menjadi senang memperhatikan map, menulis nama kotamu tinggal di mesin pencari, berusaha menghapal seberapa jauh jarak diantara kita saat ini.

Sejak kamu datang ke hidup saya, banyak hal di hidup saya yang tidak sama seperti dulu lagi, bahkan hal sepele seperti menghirup wangi pagi dari jendela kamarpun bisa membuat saya senang, sebab berarti satu hari penantian sudah terlewati lagi, malam-malam penuh rindu berhasil saya bekukan lagi.

Sejak ruang tamu rumah saya kamu penuhi dengan atmosfer gugup juga haru waktu lalu, bukan hanya senyum saya yang mudah terkembang, bukan hanya hal-hal sepele yang tiba-tiba berubah menyenangkan, tapi bahkan kini untuk saya heningpun rasanya tidak pernah sama lagi.

Sejak dulu, memang hening bagi saya tidak pernah benar-benar hening, barangkali di sekitar saya memang hening, tapi pikir dan hati saya selalu bising. Namun, jika dulu dalam hening, pikir dan hati saya selalu berisik bertanya tentang kamu,  itu hanya perihal siapakah kamu sebenarnya dan kapan kiranya kita akan bersua, sekarang semua tanya berubah, sejak kamu beranjak dari ruang tamu rumah saya, kini pertanyaan dalam pikir saya lebih rumit lagi, setiap hening bukan lagi bertanya soal "siapa?" namun kini lebih sering bertanya tentang "bagaimana?".

Rasanya sering sekali saya tulis kalimat: Wanita adalah makhluk yang paling mudah cemas di bumi. Dalam hal apapun, wanita selalu begitu, padahal hasil belum diraih, tapi proses sudah cemasi.

Tentang kamu di hidup saya, tidak terlepas dari segala kecemasan itu, semua soal kamu sejak awal kamu datang hingga kepastian sudah kamu berikan, untuk saya, masih ada yang harus saya cemaskan.

Kini kita sedang menjalani proses demo menuju awal yang kita niatkan tidak akan pernah menemui akhir, dan dalam perjalanannya, saya senang, teramat senang bahkan, namun kadang sangking senangnya, saya bisa tiba-tiba saja menjadi gugup, jika sudah begitu, pikiran saya kemudian dipenuhi oleh banyak pertanyaan berawalan "Bagaimana?", padahal untuk saya, tentang kita hingga hari ini sudah teramat jauh.

Seperti misalnya saat kita sedang berdialog dengan diselingi candaan gila untuk membangun keakraban yang tidak kita dapat dari proses yang dilakukan pasangan kebanyakan, tiba-tiba saja, tanpa kamu tahu, saya disini, di hadapan layar smartphone dibuat gugup oleh pertanyaan yang tiba-tiba saja singgah, bagaimana jika kelak saat kita sudah bersama tanpa terhalang jarak,  ternyata saya yang akan mendampingi kamu hingga menua ini, menjadi teman berdialogmu yang membosankan? Bagaimana jika nanti kamu merasa gurauan saya itu-itu saja? Atau justru sebaliknya, bagaimana jika kamu merasa saya terlalu gila padahal kamu butuh didampingi oleh seorang wanita yang anggun?

Juga saat saya sedang ada waktu senggang dan memutuskan untuk mengisinya dengan bermain social media instagram, kemudian saya temui foto-foto wanita cantik nan modis khas gaya hidup kota metropolitan terposting di timeline akun IG saya, tiba-tiba pikiran saya dipenuhi oleh pertanyaan, bagaimana jika saya yang akan mendampingi kamu hingga menua ini, ternyata tidak bisa menyenangkan mata kamu, sedang selama ini, sebelum bertemu dengan saya, jutaan perempuan cantik di perkotaan sudah kamu lihat, tapi yang kamu pilih ternyata hanya seorang saya yang gadis kampung?

Pun kadang perntanyaan-pertanyaan tentang bagaimana kamu nanti terhadap saya bisa tiba-tiba muncul saat saya sedang berkumpul dengan teman-teman perempuan ataupun rekan kerja, terlebih saat mereka, disela-sela kami berbincang begitu sibuk dengan wajah yang harus mereka touch-up dengan make-up, begitu asyik saling bertanya tentang nomor warna lipstick dan merk bedak yang dipakai, sedangkan saya, perempuan yang akan mendampingi kamu hingga menua ini, memiliki bedakpun tidak, mengenal warnapun hanya bisa menyebutkan nama warna dasar, memiliki badan yang tidak berbau parfum mawar tapi lebih sering berbau minyak telon. Bagaimana kiranya saya akan bisa terlihat cantik di mata kamu? Pertanyaan-pertanyaan itu bisa tiba-tiba datang tanpa saya duga.

Atau, seperti pada percakapan kita belum lama ini, saat itu kamu, mengeluhkan warna celana yang sudah kamu pesan pada salah satu toko online ternyata tidak sesuai dengan yang kamu harap, kamu sedikit uring-uringan karena tidak sreg memakainya, tiba-tiba sebuah pertanyaan begitu mengusik dipikiran saya, bagaimana jika kamu tahu bahwa saya yang akan mendampingi kamu hingga menua ini, hanya memikili baju yang bisa dihitung dengan jari, memiliki gamis yang itu-itu saja dengan jilbab yang tidak lebih banyak jumlahnya? Bahkan saat ada gamis saya yang bolong, saya lebih memilih menambalnya ketimbang membeli yang baru. Bagaimana kiranya kamu bisa menerima itu?

Belum lagi jika saya sedang iseng berselancar di facebook, lalu beranda saya dipenuhi dengan postingan foto-foto makanan yang membuat perut keroncongan saat melihatnya, tapi tiba-tiba menjadi gugup saat sadar yang memposting adalah teman-teman saya sendiri, dan semakin tidak karuan rasanya saat membaca caption dengan emotikon bahagia yang mereka tulis karena ternyata mereka berhasil membuat orang-orang terdekat mereka makan dengan lahap dari hasil tangan mereka sendiri. Dan setelah ikut merasakan sedikit euforia kebahagiaan mereka, saya dihantui pertanyaan: Bagaimana jika kamu tahu, bahwa wanita yang akan mendampingi kamu hingga menua ini hanya bisa memasak makanan model tumis-tumisan saja? Bagaimana jika kamu tahu saya selalu takut memasukkan bumbu? Bagaimana jika nanti masakan saya terasa hambar di lidah kamu? Bagaimana saya bisa membahagiakan kamu dengan tangan saya sendiri? Bagaimana?

Bagaimana?

Andai kamu tahu, saya selalu bisa tiba-tiba gugup menghadapi banyak hal jika dikaitkan dengan kamu, banyak sekali pertanyaan bermunculan yang tidak saya ungkap pada siapapun jika berkenaan dengan kamu. Banyak sekali pertanyaan berawalan "Bagaimana?" dari saya untuk kamu.

Kepada kamu yang akan saya dampingi hingga menua, mohon maafkan saya atas segala kegugupan ini, saya hanya cemas tidak mampu menyenangkan mata kamu dan mengenyangkan perut kamu, tapi saya paham satu hal, demi ridho Allah, saya berusaha menenangkan hati kamu. Saya harap kamu sabar dengan itu.

Indramayu, Malam di penghujung bulan Juni.

Created by: Nita Bonita Rahman

No comments: