Monday, 27 August 2018

1st Wedding Anniversary

365 hari yang lalu saat mendengarkan kamu mengucap akad di hadapan bapak, aku di dalam kamar, mencoba tenang dan terlihat biasa saja, tapi nyatanya tidak bisa.

Lagi pula siapalah yang bisa terlihat biasa saja jika satu detik setelah ijab kabul selesai, tanggung jawab dan amanah baru justru dimulai. Amanah seumur hidup, sepanjang napas, sesampai Syurga.

Aku masih ingat satu malam sebelum walimah di gelar, setelah membahas hal-hal teknis untuk acara esok hari, aku memberanikan diri bertanya padamu: "Kalau setelah besok ternyata saya tidak seperti ekspektasi kamu, gimana?". Katamu: "Tidak apa-apa, saya menikahi kamu dengan segala konsekuensinya". Hm. Menarik. "Tapi kalau sebaliknya, gimana?", tanyamu. Tanganku basah oleh keringat hingga harus berkali-kali me-lap layar handphone.

Iya ya, gimana?

"Kamu bisa pasang gas? membetulkan genteng bocor? atau membenahi instalasi listrik?", aku justru menjawabnya dengan balik bertanya. Katamu di ujung sana: "Kalau tidak bisa, gimana?". Tiba-tiba aku berpikir pertanyaanku terlalu sensitif. "Maaf ya", itu saja balasku. Padahal dia tidak pernah sekalipun bertanya apa aku bisa memasak? atau apa aku bisa menenangkan seorang anak yang menangis? seketika menyesal sudah bertanya.

"Bisa, kok. Tenang aja. Sejak ada program pemerintah peralihan dari kompor minyak ke kompor gas, saya sering bantu mamah pasang gas di rumah", balasmu tiba-tiba, padahal aku sudah ingin ganti topik.

Eh, Alhamdulillah. Tapi kukira sudahlah, biar segalanya jadi kejutan setelah kita berdua sah di mata agama dan negara esok hari. Ku tutup saja percakapan kita malam itu karena tak baik rasanya jika kita berbincang hingga larut sedang kita belum halal.

"Setelah besok saya harap kamu terima baik dan buruknya saya apapun itu bentuknya".

"Baikmu saya syukuri, burukmu tanggung jawab saya. Kita benahi sama-sama".

Aku tersenyum.

Kini 1 tahun sudah kita menikah, meski kita sepakat tidak ada perayaan apapun dalam hidup selain Idul Fitri dan Idul Adha, tapi izinkan aku membuat pengecualian untuk hari ini, Selamat 365 hari pernikahan, sayang. Happy First Wedding Anniversary. Tahun pertama sudah kita habiskan untuk saling menyamakan irama langkah, tahun berikutnya akan ada kaki kecil yang harus kita tuntun langkahnya. Kamu pemimpinnya, harus selalu tahu langkah kita akan dibawa kemana. Dan seperti kataku dulu, kemanapun kamu menuju, aku akan terus berada satu langkah di belakangmu, mengingatkan sisi yang luput kamu tahu.

Selamat 1 tahun pernikahan, Tuan.

Maaf jika setiap memasak saya masih harus menggoogling resep, maaf jika saat kamu pulang kerja aku masih belum rapih membenah diri, maaf jika aku masih enggan mengolah dedagingan selain ayam, maafkan aku yang sering tiba-tiba uring-uringan tanpa penjelasan, maafkan aku yang tidak bisa jika tanpa kamu.

Tuesday, 10 April 2018

Berhenti

Saya sebenarnya bukan tipe orang yang senang membuat resolusi awal tahun , tapi saat awal tahun 2017 tiba-tiba saya berkeinginan untuk memiliki setidaknya satu saja "target" atau yaa barangkali bisa disebut resolusi saat itu, adalah ingin selama tahun 2017, setiap bulannya ada satu saja tulisan yang saya post di blog kesayangan (yang mulai tidak terurus ini huhu) , saya menamakannya dengan One Month One Post, apapun itu bentuknya, entah puisi, cerpen, curhat, atau kutipan-kutipan apapun dari manapun entah cerpen, novel, puisi, atau sajak-sajak yang saya temui di sosial media yang menurut saya menarik.

Pada bulan-bulan pertama di tahun 2017 semua berjalan baik, saya terus membuat blog ini "hidup" walau hanya sebulan sekali, tapi ternyata setelah tahun 2017 mulai habis setengahnya, menjelang resepsi pernikahan saya pada bulan Agustus 2017 yang lalu, pikiran saya mulai bercabang, banyak yang harus saya urus hingga akhirnya saya lalai menulis sebab tidak banyak buku yang saya baca, antara membaca dan menulis memang tidak bisa kita pisahkan loh teman-teman, keduanya saling berpengaruh, saya mulai merasakan nya sejak tidak ada satupun buku yang saya baca dalam satu bulan, kalian bisa cek postingan blog saya di bulan Agustus, kosong, saya tidak menulis, karena sejak masuk bulan Agustus saya "riweuh" dengan persiapan resepsi, hmm sebenarnya sih, repot yang berkaitan dengan fisik masih bisa saya atur, tapi kerepotan yang berkaitan dengan mental yang kepayahan saya handle, saya tidak banyak membaca saat itu, tidak ada buku yang saya bawa pulang dari komunitas baca yang setiap hari Minggu saya dan teman-teman adakan, saya sibuk menata hati dan pikiran mempersiapkan "hidup baru" #ehek (alasan aja sih, padahal memang malas baca buku saat itu).

Dan, ternyata tidak berhenti disitu, setelah menikah saya di "boyong" suami, ini yang masih belum benar-benar matang saya persiapkan, padahal salah satu kerepotan menata mental sebelum menikah yang saya maksud tadi adalah salah satunya perihal ini, jika saya dibawa suami, berarti saya tidak lagi menetap ditempat dimana satiap hari Minggu paginya saya selalu habiskan dengan teman-teman di komunitas baca yang kami urus, itu juga sama dengan interaksi saya dengan buku semakin berkurang, hiks.

Akhirnya, setelah saya usut itu adalah awal mula saya menjadi jarang membaca hingga saat ini, dulu saya bisa "melahap" satu novel tebal paling lama satu Minggu, tapi setelah tidak lagi berkutat di dunia literasi atau di komunitas baca yang setiap hari Minggu saya dan teman-teman gelar itu, saya seperti kehilangan semangat membaca huhu, saya merasa kehilangan teman-teman yang "satu frekuensi", atau setidaknya aura dan suasana nya yang tidak lagi saya temui yang membuat saya menjadi kurang bergairah dalam membaca, padahal suami memfasilitasi dengan sangat cukup, dia bahkan memberikan saya sekotak hantaran nikah yang berisi buku-buku bagus, buku seri 4 wanita penghuni Surga: Khadijah, Maryam, Asiyah, dan Fatimah Azahra. Bahkan dia selalu kabulkan jika saya minta ke toko buku, tapi anehnya satu novel saja yang padahal tidak terlalu tebal, saya baru bisa habiskan setelah 3 bulan di beli (ini sedih bangeeet ) .

Sampai saat ini saya masih mengevaluasi diri kenapa kiranya saya begitu malas membaca sekarang, apa benar karena "kehilangan" suasana dan teman-teman sefrekuensi? Bisa jadi begitu, tapi Alhamdulillah saya sempat membeli buku antologi cerpen yang tidak terlalu tebal, ternyata masih bisa saya habiskan selama 3 hari, dari hal itu saya pikir semangat membaca itu masih ada di diri saya, tapi barangkali memang harus di perbaiki.

Nah, apa maksud dari judul postingan ini? Berhenti? Apa yang ingin saya hentikan? Adalah tentang resolusi saya di awal tahun 2017 lalu, sejak saya jarang membaca, saya menjadi benar-benar jaraaaang sekali menulis, bahkan hanya sekedar caption-caption manis di Instagram pun saya jarang sekali menulis, kalian juga bisa cek postingan saya beberapa bulan kebelakang, banyak bolosnya huhuhu :'(

Maka saat ini saya putuskan untuk berhenti mewujudkan resolusi yang saya buat, saya berhenti menargetkan diri untuk melakukan One Month One Post di blog saya ini, karena sejujurnya setiap bulan saya selalu merasa bersalah dan seperti dihantui setiap tidak menulis di blog ini, padahal saya sendiri yang buat resolusi :'D

Saya ingin memperbaiki semangat membaca saya terlebih dahulu karena membaca dan menulis adalah satu paket, dan setelah saya pikir masak-masak rasanya tidak baik juga jika kita menulis dengan terpaksa, target memang harus ada dalam hidup, tapi merasa terpaksa melakukan sesuatu juga tidak baik, bukan? Dan saya rasa apa yang saya tulis selama saya kurang membaca adalah sebuah pemaksaan yang tidak baik, tulisan saya jadi kacau, pikiran saya menjadi tidak luas, cara menulis saya tidak luwes.

Akhirnya dengan ini saya putuskan untuk berhenti menargetkan One Month One Post, tapi itu tidak berarti saya berhenti menulis ya teman-teman, saya hanya ingin memperbaiki semangat dan habbit saya terlebih dahulu, saya ingin lebih banyak membaca, saya ingin lebih banyak "pemasukan" dulu ketimbang "pengeluaran", lagipula apa yang bisa saya keluarkan jika tidak ada bacaan yang masuk, kan? So, mulai sekarang saya akan menulis karena saya memang ingin menulis, bukan karena sudah tanggalnya untuk menulis. Doakan saya menemukan "frekuensi" yang pernah saya dapat dulu ya teman-teman.




Karawang, penuh haru, pagi-pagi sekali.
Nita Bonita Rahman

Monday, 29 January 2018

Sebelum Januari Berakhir

Ternyata saya lagi-lagi mengikari janji, Desember kemarin saya tidak menulis, atau lebih tepatnya tidak ada yang ingin saya tulis. Saya ingin menghabiskan 2017 dengan menikmatinya tanpa menceritakan apapun. Maka jadilah selama 2017 kemarin saya "bolos" menulis 2 kali. Dan sekarang mumpung Januari belum berakhir, mood menulis sayapun sedang baik, saya putuskan untuk kembali menulis absurd, karena lagi-lagi masih ingin membahas seputar kehidupan baru yang sedang saya jalani.

Saya pernah bercerita bahwa sebelum menikah dengan suami, kami hanya bertemu 4 kali dan itupun dalam suasana yang serba kaku, saya belum tahu bagaimana selera humornya, dia juga belum tahu bagaimana "gila" nya saya. Ditambah lagi kita berdua lahir dan tumbuh di daerah yang berbeda180 derajat, saya sejak lahir sampai sebesar ini tidak pernah "pergi" dari desa, dan dia justru sebaliknya, sejak lahir sampai hari ini sudah terbiasa dengan kehidupan kota, dua hal itu sempat membuat saya ragu, bisa kah saya menghabiskan sisa umur bersama laki-laki asing yang baru 4 kali saya temui dengan gaya hidup kami yang jauh berbeda? Pertanyaan itu juga sering sekali keluar dari teman-teman dekat saya yang kaget saat tahu saya akan menikah. Belum lagi perihal keluarga besarnya, saya pertama kali bertemu dengan ibu dan bapak mertua serta kakak dan adiknya hanya saat lamaran, sebelumnya belum pernah sama sekali saya bertemu dengan keluargnya. Bisa kalian bayangkan bagaimana nervousnya saya?

Pertama kali kami berdua duduk berdampingan di pelaminan, saya masih belum "luwes", setiap percakapan yang kami buat, selalu dia yang lebih dulu memulai. Hari pertama saya "diboyong", saya dibuat kagum dengan kecekatannya dalam packing baju yang akan kami bawa, dari sana saya mulai sadar bahwa kami berdua jauh berbeda, dia begitu rapih, sedang saya amat berantakan. Kemudian pertanyaan besar menghampiri, jangan-jangan saya menikah dengan laki-laki yang super kaku dan sulit diajak bercanda? Tapi hari berganti, detik-detik berlalu, kami resmi tinggal berdua saja dalam satu atap, semakin banyak saya tahu bahwa dia laki-laki yang nyaman diajak bicara, gila diajak bercanda, dan asik diajak diskusi. Dan soal keluarganya? Sungguh Allah sebaik-baik pengatur, ternyata keluarganya adalah keluarga yang mampu menerima saya dengan baik dan keluarga yang pernah saya idamkan dulu.

Semua kekhawatiran saya menguap begitu saja, benar sudah bahwa kita tidak butuh waktu yang lama untuk mengenal seseorang jika dia memiliki visi yang sama. Sesingkat apapun perkenalan, jika memiliki tujuan yang sama, maka segala perbedaan yang dipunya menjadi hanya sekilas info.

Dan ternyata sebelum Januari berakhir kami diberi "hadiah" oleh Allah, there's someone in my Tummy ❤ Masyaallah. Sungguh nikmat mana lagi yang ingin saya dustakan?

Karawang, 31 Januari 2018. Dalam kehamilan 6 minggu.

Nita Bonita Rahman