Kumandang adzan terdengar sayup-sayup dari musolah dekat rumah, alarm berdering tepat waktu dipukul 04.30 setiap harinya, sadarkan diri dari lelap, membuka mata dan duduk memandangi kamar selama 5 menit adalah ritual bangun pagi Kiki setiap hari, tujuannya adalah bersyukur dalam doa karena dia masih bangun dan hidup ditempat yang sama seperti saat memejamkan mata untuk tidur semalam, masih dikamar tercintanya. Setelah cukup terkumpul kesadaran dari tidur nyenyaknya barulah gadis yang 4 hari lagi berumur 17 tahun itu keluar dari kamarnya. "selamat pagi, Abi" adalah kalimat pertama yang kiki ucapkan setiap harinya jika sudah berada diluar kamar, menyapa abi yang sudah rapih dengan baju koko, sarung, dan kopiahnya untuk pergi melaksanakan solat berjamaah dimusolah, "pagi" dengan senyum hangat abi biasa menjawab sapaan kiki setiap pagi.
Begitulah kiki dan abi biasa mengawali harinya. Kiki dan umi melaksanakan solat berjamaah dirumah karena sebaik-baiknya tempat solat untuk wanita adalah dirumahnya, begitulah pesan Rasulullah yang sering abi katakan. Setelah selesai solat berjamaah dengan umi biasanya kiki langsung duduk manis didepan TV untuk menonton film kartun kesukaannya jika sedang malas untuk membaca materi pelajaran sekolah yang akan dipelajari hari ini. Tapi pagi ini berbeda, kiki tidak menonton kartun kesukaannya ataupun membaca buku pelajaran, dia lebih memilih duduk didepan teras rumah, raganya ada di dirumah tapi fikirnya ada ditempat dia akan melaksanakan lomba melukis yang diadakan 3 hari lagi. Kiki mewakili sekolahnya mengikuti lomba melukis tingkat SMA seprovinsi tempat tinggalnya, hanya satu siswa yang mewakili masing-masing kota. Kiki terpilih mewakili kotanya setelah melakukan seleksi dari masing-masing sekolah sekabupaten.
Ada yang mengganjal dihati Kiki, dia merasa nervous dan tidak PD untuk mengikuti lomba, tidak seperti biasanya. Kiki adalah seorang gadis remaja yang memiliki bakat seni lukis didalam darahnya, umi pernah bercerita bahwa dari kecil kiki sudah sangat senang dengan menggambar, senang mengikuti lomba dan menjadi 3 besar disetiap lomba yang dia ikuti. Darah seni yang ada dalam diri kiki diwarisi dari abi, abi memang bukan seorang seniman, abi hanya seorang pegawai swasta biasa tapi tangan abi tidak seperti tangan orang biasa, dari tangannya sebuah garis saja bisa diubah menjadi objek indah.
Cukup lama Kiki duduk dalam diam, memikirkan apa yang dia ketahui semalam tentang lomba yang akan dia ikuti. Tadi malam dia mencari informasi tentang segala hal mengenai lomba yang diadakan tepat sehari sebelum ulang tahunnya itu. Informasi yang Kiki dapatkan ternyata membuat dirinya tidak PD untuk mengikuti perlombaan, karena dia akan bersaing dengan lawan-lawan yang menurutnya lebih baik darinya. Kiki hawatir dia akan mengecawakan banyak pihak, terutama pihak sekolah yang sangat membanggakannya karena salah stau siswanya membawa nama kota tempat tinggal mereka, hal itu pula yang membebani Kiki, Kiki merasa dia mungkin mampu bersaing dengan antar sekolah, tapi untuk kali ini apa kiki bisa? pertanyaan itu terus menggelayuti fikirannya.
"Ngga nonton kartun, Ki?" tanya abi yang sedari tadi ternyata sudah duduk disamping kiki tanpa kiki sadari. "Loh? Abi udah pulang?" tanya kiki kaget."Dari 5 menit yang lalu abi disini, abi lewat pintu samping, langsung kesini kaya biasanya, tapi sampai sini ternyata tempat abi udah ada yang dudukin, yang dudukin lagi ngelamun lagi" kata abi dengan melirik kiki. "eh.. maaf bi, lagian abi ngga negur kan kiki ngga tahu" jawab kiki setelah mencium tangan abinya. "ngga enak ganggu kekhusyukan orang yang lagi ngelamun" abi tersenyum, pipi kiki memerah malu."ngelamunin apa? Masih pagi kok ngelamun, mending liat kartun" kata abi jahil."ngga kok bi, ngga ngelamunin apa-apa" kiki menjawab cepat. "hari yang baru saja dimulai ngga baik loh diawali dengan kebohongan" abi menatap kiki dengan senyuman, senyuman yang mengartikan bahwa abi tak bisa dibohongi.
"bukannya abi juga setiap pagi duduk disini untuk ngelamun?". Tuduh Kiki. "Tidak, siapa bilang?" abi heran. "terus ngapain? Setiap pagi sepulang dari musolah abi hanya membuka pintu rumah dan mengucap salam lalu langsung duduk disini tanpa melakukan apa-apa? Apa itu bukan ngelamun namanya?" kiki tak mau kalah."siapa bilang abi hanya diam dan tidak melakukan apa-apa? Ada yang tidak kamu tahu dariabi" jawab abi dengan mimik muka serius."hah? Apa bi?" kiki penasaran."abi sebenarnya..." abi diam tak melanjutkan kalimatnya, kiki menatap abi tak berkedip menunggu kalimat apa yang akan diucapkan abinya, kemudian dengan menghela nafas abi melanjutkan kalimatnya, "abi sebenarnya merenung disini ki, merenungi nasib abi, kenapa abi ini ganteng sekali?" serius sekali abi menjawabnya, kiki merasa geli mendengar jawaban abi, tawa menyelimuti mereka berdua, tawa yang hadir dimudanya pagi yang wanginya masih jelas terasa hingga ke hati.
"ih abi PD banget!!" kiki tertawa geli, tawa kiki manis sekali dimata abi, gigi yang tersusun rapih dengan bibir tipis dan lesung pipi yang dimiliki anak semata wayangnya itu menambah energi baru untuk hatinya hari ini. Tawa kiki menetramkan hati abi, "bukankah hari selalu baik diawali dengan ketenangan hati?" kata abi dalam hati. Abi tersenyum melihat tawa kiki, senyum yang penuh arti. "aku duduk disini mau ngerasain gimana sih rasanya duduk di teras pagi-pagi gelap begini kaya yang biasa abi lakuin setiap hari" kiki menjelaskan."tapi abi nggangelamun kaya kiki" abi melirik kiki."terus ngapain?"
"abi duduk disini bukan tanpa alasan atau kurang kerjaan ki, mungkin kiki tidak tahu, abi sangat mencintai pagi dengan segala suasananya, diteras ini abi menikmati setiap dingin pagi yang terasa,mensyukuri semua yang masih abi terima, masih membuka mata dari tidur semalaman, masih bisa solat subuh dimusolah, masih mendapat sapaan kiki, masi hada dirumah ini bersama 2 bidadari yang abi sayangi, dan yang paling penting adalah karena pagi itu adalah awal hari maka sudah seharusnya kita merenungi hal-hal baik apa yang harus kita lakukan hari ini. Seperti yang abi bilangtadi, abi suka dengan suasana pagi, dengan dinginnya, wangi udaranya, danlangit merah diatas sana menjadi alasan kenapa pagi sangat pantas dicintai. Kiki juga harus bersyukur jika pagi sudah datang itu tandanya Allah masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan dihari kemarin". Abi menjelaskan, kiki takjub dengan apa yang baru saja dia dengar, karena fikirnya selama ini abi duduk diteras ini hanya untuk melamun sambil menghirup udara pagi saja, tidak lebih. Kiki mengangguk-anggukan kepalanya dan berusaha menyatukan hatinya dengan pagi, ternyata benar suasananya sangat menenangkan hati, "pantas saja abi betah berlama-lama disini, pagi memang sangat pantas dicintai". Katanya dalam hati.
Langit subuh menjadi ungu pagi tapi sepasang ayah dan anak ini masih enggan untuk beranjak dari teras rumah, mereka membatin dengan pemikiran masing-masing. Abi menatap gadis remaja disampingnya diam-diam, fikirnya berjalan mundur ke 17 tahun yang lalu tepat ke hari dimanakiki dilahirkan, Ramadhan tahun 1996 kala itu, disaat semua orang menikmati makan sahur ada seorang wanita yang memperjuangkan hidup dan matinya untuk buahhati tercinta, umi. Abi dengan setia mendampingi setiap detik perjuangan umi,dengan segala doa dan harapan yang abi panjatkan akhirnya pukul 04.10 pagi seorang gadis mungil hadir kedunia, Aisyah Rizkia Ramdhani buah hati yang selama 3 tahun mereka nanti, Kiki.
Iya, kiki lahir dipagi hari, diwaktu yang abi senang untuk nikmati, abi berharap kiki tumbuh dan berkembang secantik pagi,dengan segala keindahan yang kiki miliki membawa keteduhan bagi orang-orang sekitarnya, walau pagi tidak selalu datang dengan indah karena bisa saja hujan menutupinya tapi indahnya selalu dinanti oleh siapapun yang mencintai, seiring berjalannya waktu kiki pun akan beranjak dewasa dan tidak hanya keindahan yang akan ditemui dihidupnya, tidak hanya matahari pagi yang cantik dan embun yang menyegarkan mata yang akan menyelimuti hidupnya, tapi hujan pasti akan datang karena ketentuan-Nya, dan abi harap kiki tidak melemah karena hujan, abi mendoakan kiki agar selalu kuat dan mampu menjadi indah walau ada yang menutupidirinya, karena terkadang hujan tak datang sendiri, ada pelangi setelahnya,setelah kesedihan dihidupnya abi harap kiki mampu menjadikan kesedihan yang diarasakan membentuk keindahan baru untuk hidupnya dan orang-orang sekitarnya.
ditatapnya seorang gadis cantik disampingnya itu lekat-lekat, gadis itu kini sudah beranjak dewasa dan abi sadar bahwa mereka tidak akan bisa selamanya bersama. "Abi harap abi bisa mendampingimu selama yang abi mau, nak" lirih abi dalam hati. Kiki masih menikmati suasana pagi, sebuah hal baru yang dia kagumi. "Kamu belum jawab pertanyaan abi loh ki", tanya abi memecah keheningan. "Eh.. hmm.. oh iya", Kiki gugup.
"Jadi, apa yang kiki lamunkan pagi-pagi begini?""Kiki ngga ngelamun bi, kiki hanya sedang memikirkan acara yang akan diadakan 3 hari lagi"
"Lomba melukis itu?". Kiki mengangguk.
"Ada yang mengganjalkan? ceritakan ki, ada telinga yang siap mendengarkan", kata abi sambil menunjuk telinganya.
Kiki menghela nafas panjang, mulutnya dengan lancar menjelaskan hal yang sedang mengganjal fikiran dan hatinya, abi menyimak baik-baik, berusaha mencermati apa yang sedang dirasakan putrinya. "kiki takut mengecewakan bi", kata kiki sambil menunduk. abi tersenyum.
abi mengusap kepala kiki dengan lembut, "maksud dari yang kiki rasakan ini sebenaenya baik, kiki memikirkan perasaan orang lain. tapi itu terlalu jauh ki, yang kiki rasakan ini bisa diartikan rendah diri, jangan terlalu menghawatirkan hak yang belum terjadi ki." abi mencoba menenangkan.
"Tapi lomba kali ini benar-benar lomba yang bergengsi bi, saingan kiki dari sekolah-sekolah favorit seprovinsi, sedangkan kiki? hanya hanya berasal dari sebuah sekolah swasta yang mungkin hanya kebetulan lolos seleksi", kata kiki dengan raut muka yang benar-benar sedih.
"Harusnya kiki sadar karena ini adalah lomba bergengsi maka bukan dinilai dari seberapa favorit sebuah sekolah, tapi dinilai dari seberapa bisa setiap peserta mendeskripsikan tema kedalam kanvas lukis mereka, dan kiki tau?...", abi menghentikan sebentar kalimatnya. "Kiki terpilih bukan karena kebetulan, tapi karena bakat yang kiki punya. tidak banyak yang miliki bakat seperti kiki, dan tidak banyak yang mendapatkan kesempatan seperti kiki saat ini, kiki berjuang membawa nama sekolah dan kota bukan berarti harus berambisi menjadi juara tapi berusahalah dan yakinkan kami bahwa kiki akan melakukan yang terbaik yang kiki bisa dan lakukan semua dari hati, karena orang yang disebut juara belum tentu melakukan yang terbaik dari hatinya, tapi yang mampu melakukan yang terbaik dari hatinyalah yang pantas disebut sebagai juara". Abi menatap kiki, berharap ada ketenangan dalam mata anak satu-satunya itu.
"Tapi bi, bukankah seorang juara berarti sudah melakukan yang terbaik?", tanya kiki.
"Mungkin iya, tapi tidak semua. karena tidak banyak juara yang mampu berjuang dengan hati, bisa jadi hanya karena ambisi.", abi tersenyum, senyum yang selalu bisa menenangkan hati kiki. Kiki terus meresapkan setiap kalimat abi didalam hatinya. kiki mulai sadar bahwa fikiran-fikiran yang mengganjalnya adalah hanya karena ambisi, jika tidak ingin mengecewakan maka kiki harus berjuang dengan hati.
Kiki menganggukan kepalanya pertanda mengerti, dan terseyum pada abi. "Kiki mengerti sekarang, doakan kiki terus ya, bi. kiki janji nanti akan berlomba dengan hati". Kiki tersenyum dengan tatapan penuh makna pada abi.
"Sudah tenang ki? sana mandi, nanti umi ngomel, bahaya loh"
"Makasih ya bi", kiki tersenyum manis pada abi. Abi mengangkat jempol untuk membalasnya.
"Lakukan yang terbaik dari hati, untuk kami dan kado ulang tahun ke-17 kiki nanti", kata abi mencoba meyakinkan kiki lagi.
"Siap bos!!", kiki berlalu dari teras rumah dengan memberikan senyum yang mengartikan kekuatan baru yang dia tunjukan pada abi. Abi menghela nafas panjang, dia merasa tenang karena berhasil mengembalikan senyum kekuatan diwajah buah hatinya.
Pagi sudah berwarna biru muda, pukul 6 pagi tepatnya, abi berniat memasuki rumah mempersiapkan diri untuk berangkat kerja, tapi sakit hebat terjadi dalam dadanya, abi mengelus dada dan mengatur nafasnya. "Aku akan terus berjuang melawanmu", abi berkata pada apa yang dia rasa. sakit didadanya.
Senin pagi saat itu, semua berjalan seperti biasa tapi tidak untuk kiki karena ini hari perlombaannya, pagi-pagi sekali dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Jam 7 pagi dia berangkat menuju sekolah bersama abi. Umi mengiringnya dengan doa. "Doakan, bi", kata kiki sambil mencium tangan abi sesampainya disekolah. "Pasti! ingat ki, dengan hati" abi tersenyum sebelum membiarkan kiki pergi bersama guru pembimbingnya menuju tempat lomba. Kiki mengangguk pasti.
Lomba telah dimulai, semua peserta berjuang dengan kanvas dan cat lukisnya, tidak terkecuali dengan kiki, dia sibuk melukis kanvasnya dengan hati.
***
Hari itu abi bekerja dikantor seperti biasanya, tapi entah kenapa ada yang berbeda pada tubuhnya hari itu, detak jantungnya tak beraturan, keringat dingin bercucuran, sakit hebat terjadi pada jantung didalam dadanya, pandangannya buram, abi mencoba tenang dan beristirahat sejenak dari pekerjaannya, tapi sakitnya makin tak tertahankan, hingga gelap seluruh pandangannnya. abi tak sadarkan diri.
Dengan tangis yang tak tertahankan umi berangkat menuju rumah sakit setelah mendapat telphone dari kantor tempat abi bekerja yang mengabarkan bahwa abi tak sadarkan diri seketika, dokter katakan abi kritis. Kelainan jantung yang selama ini abi tutupi ternyata semakin parah, obat-obat yang selama ini dikonsumsinya hanya mampu meredakan rasa sakit, bukan untuk menyembuhkannya. Umi menangis sejadinya, karena yang umi tahu selama ini abi baik-baik saja, dan obat-obatan yang selama ini abi konsumsi hanyalah vitamin biasa, begitulah abi menjawabnya, umi tidak menaruh curiga sedikitpun karena kejujuran adalah hal penting diantara mereka.
***
Lomba telah usai, setelah dilakukan penjurian saatnya mengumumkan pemenang, kiki berkumpul bersama peserta lainnya, mereka harap-harap cemas menunggu pengumuman, tapi tidak dengan kiki, perasaan kiki tak karuan, tapi bukan karena menunggu pengumuman, ada hal lain dihatinya. Abi. Entah mengapa kiki terus memikirkan abi, kiki berkata dalam hati untuk menenangkan dirinya, "Kiki sudah berjuang dari hati bi, tunggu kejutan dari kiki".
Juara 2 dan 3 sudah diumumkan, semua peserta tegang menunggu nama siapa yang akan dinobatkan menjadi juara 1. Perasaan kiki semakin tidak karuan, bayangan abi semakin jelas difikirannya, "Ada apa ini?" kiki terus bertanya pada hatinya. Ditengah-tengah kegelisahannya tanpa dia sangka ternyata nama Kiki disebut dengan jelas oleh seorang wanita, nama kiki menyelimuti ruangan tempat kiki berada karena disebut dengan jelas melalui pengeras suara, guru pembimbing yang sedari tadi duduk disamping kiki melonjak kegirangan, kiki masih belum sadar karena raganya ada ditempat itu tapi fikirnya pada abi. Kiki menjadi juara 1 dilomba ini. Tapi, bersama dengan itu dokter berkata pada umi bahwa mereka sudah berusaha melakukan yang terbaik. Abi tak bisa diselamatkan. Umi memeluk abi. Lirih.
Guru pembimbing kiki menerima kabar duka, mencoba menjelaskan pada kiki yang hatinya tengah senang menerima kemenangan, "kita harus segera kerumah sakit, ki". Kiki bingung, "untuk apa?". gurunya mencoba menjeleskan apa yang terjadi. Kiki meatung mendengar kalimat yang keluar dari gurunya itu. seluruh kekuatan yang dimiliki rasanya menguap ke udara, kiki tertunduk menangis memanggil abi, hatinya remuk redam, euforia kemenangan yang harusnya dia rasakan tertutupi dengan isak menyakitkan.
***
Hari ini hari ulang tahun kiki, pagi-pagi sekali kiki duduk diteras rumah seperti 4 hari yang lalu, tapi dengan rasa yang asing di hatinya. Kehilangan, belum pernah rasanya kiki rasakan ini. "Secepat ini kah?", mata kiki memanas tiba-tiba, dia memegang cat lukis yang belum terbuka, umi memberikannya tadi malam, "dari abi" katanya.
seperti sudah memiliki firasat, abi membeli hadiah ulang tahun kiki sehari sebelum abi meninggal saat esoknya kiki melaksanakan lomba, abi menaruhnya di lemari. "cat lukis untuk kiki", kata abi sambil tersenyum pada umu yang saat itu terus memperhatikan abi yang sibuk membungkus sebuah kado.
Kiki mengusap air matanya, menghayati suasana pagi saat itu. "Abi..", katanya lirih. "Kiki berhasil bi, semuanya dengan hati. Semua karena kekuatan yang abi beri 4 hari yang lalu ditempat ini, bi. hari ini usia kiki tepat 17 tahun, kepergian abi adalah kado paling menyakitkan tapi memberi banyak pelajaran. hadiah berharga yang tidak dapat dibeli dimanapun dan dengan uang sebanyak apapun. Keihklasan. Kiki harus bertambah dewasa dengan kepergian abi, keprgian abi membuat kiki harus mengakrabkan diri dengan keihlasan dan keberanian. Terimakasih banyak bi, 17 tahun sudah abi menjaga kiki. setiap tahunnya abi selalu memberi kejutan dihari ulang tahun kiki, kejutan terakhir yang kiki terima adalah sebuah boneka di ulang tahun kiki ke 16 waktu itu, abi selalu memberikan hadiah tepat diahri ulang tahun kiki, tapi di umur yang ke 17 tahun ini abi memberikan hadiah lebih cepat satu hari dari biasanya, sebuah kedewasaan yang sudah takdirnya memang harus kiki terima. Terimakasih banyak bi, kejutan dari abi akan selalu kiki simpan dalam hati, dan cat lukis ini akan selalu mengingatkan kiki bahwa kiki harus memperjuangkan semua yang kiki hadapi dengan hati". Kiki tak bisa membendung air matanya, umi yang sedari tadi memperhatikan kiki sudah tak kuat lagi berdiri, umi memeluk kiki erat. 2 bidadari yang abi sayangi itu menangis bersama dimudanya pagi diteras rumah mereka, menangisi rasa kehilangan, umi berusaha menguatkan kiki, membiarkan kiki larut dalam sedihnya, tapi umi pun tak bisa bohongi hati bahwa memebiarkan abi pergi adalah hal yang sulit baginya, mereka berusaha menguatkan satu sama lain dan meyakinkan diri bahwa ini adalah yang terbaik untuk abi. setidaknya kini abi tak perlu menutupi rasa sakitnya lagi. "Terimakasih, abi". Kiki tersenyum daam tangisnya.
selesai.
#cerpen kedua, semoga bermanfaat ^^v
No comments:
Post a Comment