Thursday, 21 November 2013

Berdialog dengan Dingin



selamat malam dingin, sudah lama  kita tak bersua. diluar hujankah? tapi, kenapa tak ada wangi tanah basah? terang saja, dingin ini bukan dingin yang berasal dari air yang jatuh dari langit ternyata. hawa dingin menjelang tengah malam, dipadu dingin dari seonggok daging dalam rongga dada. dingin dari Hati.

tidak tahu harus mulai mencoret dari bagian mana, langsung menuju Reff ataukah perlu intro?
ah sudahlah, coret-coret saja sesuka ku, coretan orang yang sedang berada pada fase kebimbangan paling absurd. aku membicarakan tentang bimbang milik diriku sendiri. Entah bimbang atau dilema ini namanya, rasanya tak nyaman. Aku tengah mengharap kejelasan untuk hal yang masih samar-samar, menunggu keterangan untuk meneragkan hal yang masih gelap untuk diyakini.

hey dingin, pernah kah kamu sebimbang ini? saat hawa panas mulai menggantikanmu pernahkah kamu bimbang untuk tetap tinggal atau rela pergi? tapi, aku rasa kamu rela-rela saja, karena Tuhan sudah menakdirkan mu untuk patuh pada kehendak-Nya. ya kan? bahkan ketika banyak manusia yang masih menikmati dinginmu, jika Tuhan menetapkan mu untuk pergi dan digantikan dengan hawa hangat pun kamu manut saja. Andai aku seperti kamu, mudah menerima segala ketentuann-Nya.

tapi, aku bukan dingin.

aku manusia yang ada dalam kebimbangan, bimbang menentukan pilihan.
ini terlalu cepat rasanya, harusnya ini belum waktunya aku menetapkan pilihan, di usia yang masih lebih memilih membaca banyak serial komik kesukaan dari pada belajar memasak ini aku sudah dihadapkan pada pilihan menyulitkan. Tapi, kata sebagian orang aku ini beruntung, katanya Tuhan memudahkan ku, karena umur bukanlah ukuran kemantapan, tapi yang terpenting adalah niat pada saat memutuskan.

hey dingin, aku bimbang. amat sangat bimbang.
Aku tidak tahu mana yang paling baik, antara menjadi kuat karena memperjuangkan atau merasa bahagia karena diperjuangkan, berani memlih atau ikhlas dipilih? Dan aku bimbang dalam melanjutkan perjalanan, antara terus berjalan melewati jalan yang tertutup tebalnya kabut, atau memutar balik melewati jalan cerah tapi pijakannya mudah rapuh.

aku fikir, aku butuh banyak waktu untuk putuskan semua kebimbangan ini. Tapi, aku pun bimbang menentukan sebanyak apa waktu yang ku butuh. Hingga aku menjadi sarjana? Hingga usia menujukkan kepala dua? Hingga kakakku terlebih dahulu yang melakukannya? atau, Hingga aku lupa bahwa aku pernah terluka?, mungkin pertanyaan terakhir adalah pertanyaan paling tepat untuk menjawab sebanyak apa waktu yang aku butuh untuk menyelesaikan kebimbangan ini. Karena benar kata mereka, bahwa usia bukan masalah, tapi niat dan kemantapan hatilah yang tentukan semua. Namun, bagaimana hatiku bisa mantap memilih jika hatiku masih belum sembuh dari lukanya?

Jadi, hingga kapan aku butuh waktu untuk membuat semua luka menjadi bekas yang berlalu? hingga kapan aku mampu mengucap kepastian itu? bodoh, aku bertanya pada diriku sendiri yang tak tahu jawabannya. Jika memilih satu diantara dua adalah hal yang mudah, maka bukan tidak mungkin bahwa didunia ini tidak akan ada lagi yang dinamakan "Kebimbangan". Sungguh, aku hanya ingin memutuskan dengan dibarengi bersama Ridho dan Ketentuan-Nya. Karena sebuah keputusan harusnya tak ber-"tapi" dan tanpa "karena", maka dari itu hanya Takdir dari-Nya yang bisa lakukan itu semua. Jadi, haruskah aku menerima ajakan komitmen serius seseorang yang pernah melukai hati ini atau terus menunggu kepastian seseorang yang tak tahu sedang di nanti?

 hey dingin, pernahkah kamu sebimbang ini?

Wednesday, 13 November 2013

#FF Hujan Pukul 4 sore

Wedang jahe buatan ibu mengalir nikmat ditenggorokanku, hujan membuat wedang jahe ini terasa begitu menenangkan, tangan ibu benar-benar tangan malaikat. Aku masih terus menggenggam cangkir yang berisi minuman favoritku sambil menatap keluar jendela rumah. Hujan kali ini tidak begitu deras, tapi suara air dari langit yang beradu dengan tanah dan wangi yang ditimbulkannya selalu menenangkan hati. Begitulah, Hujan selalu punya cerita, untuk orang-orang yang merindu, atau orang yang sedang menunggu. Untuk aku.

Ponselku berdering tanda pesan masuk, dari nama kontak yang tak asing untuk ku, "jangan terlalu lama menikmati hujan di jendela, kamu bisa masuk angin setelah menikmatinya". Ku balas cepat, "cerewet". Ada balasan berbentuk emoticon smile darinya. "Dari mana kamu tau aku sedang menikmati hujan dari jendela?", agak lama seseorang diujung ponsel itu membalas, saat aku menikmati tegukan terakhir wedang jahe yang ku pegang ponselku berbunyi mengisyaratkan sms ku terbalas , "aroma wedang jahe ditanganmu yang memberitahuku", dengan berakhiran emoticon smile dia membalas. Aku menatap keluar jendela, memandang halaman rumah, menikmati segarnya pemandangan bunga anggrek putih milik ibu yang basah karena hujan. Jam 4 sore yang indah. Aku terus tersenyum. Pada air yang jatuh dari langit aku berbisik "Terimakasih Tuhan".

Aku merasa sangat istimewa. Aku selalu dibuatnya jatuh cinta, walau dia tak berada disisiku tapi dia selalu memperhatikanku. Aku tak salah memilih, kamu selalu membuatku merasa sempurna dengan terus diperhatikan dengan cara yang indah.

Lagu dari Bryan McKnight mengalun lembut ditelingaku, "Marry Your Daughter". Mengingatkanku pada moment indah malam itu. Dia yang basah kuyup menerjang hujan sendirian demi berkunjung kerumahku, bukan untuk bertemu denganku, tapi hanya ingin menemui ayah ku. aku tak menemuinya, dari dalam kamar aku mendengar percakapan mereka, aku menggenggam erat tangan ibu, menangis haru mendengar percakapan mereka diruang tamu kala itu. hanya itu yang aku bisa. Senyumku mengembang berbaur dengan wangi aroma tanah basah yang memasuki indra penciuman. Untuk ke sekian kalinya, Aku jatuh cinta pada orang yang sama. Walau ini bukan kali pertama, dan tak peduli dari mana kamu tahu apa yang sedang kulakukan, caramu memperhatikanku dari sudut yang tak aku tahu membuatku merasa istimewa, selalu membuatku jatuh cinta.

"Aku bahagia tercipta dari tulang rusukmu, suamiku".

Hujan  mulai reda. Playlist laguku mengarah pada Sheilla On7. "Anugerah Terindah yang Pernah Ku miliki" mulai terdengar, bersamaan dengan itu, sms terkirim.



created by: @ninitatabon (on twitter)


Monday, 11 November 2013

#FF Ikhlas?


secangkir moccacino hangat sedari tadi ku aduk dan belum ku minum. malas rasanya mengangkat gagang cangkir menuju mulut untuk membiarkan isinya mengalir di teggoorkanku, padahal ini adalah minuman favoritku.

"mau sampai kapan begini terus?" suara Ambar sahabatku menyadarkanku dari lamunan panjangku. tanpa sadar minuman hangat yang sedari tadi ku aduk hampir dingin. aku hanya membalas pertanyaan Ambar dengan tatapan datar.

"gua benci yah sahabat gua yang begini. gua kangen lu yang dulu! please ndi, Andri kan udah....". aku menoleh dan menatap tajam tanpa suara pada Ambar saat dia menyebut nama seseorang yang 2 tahun ini menetap pada sudut fikir dan memang sedari tadi ku fikirkan, Ambar tak melanjutkan omelannya. dia memeluk ku erat. "gua kangen lu ndi, kangen banget sama lu". sambil terisak dia memeluk ku.

"udah 2 tahun lu begini. ikhlas ndi, ikhlas." tangannya mengusap lenganku layaknya orang menenangkan, padahal dia yang butuh ditenangkan. tunggu dulu, apa katanya? ikhlas? sering sekali ku dengar kata itu keluar dari mulut mereka yang "mungkin" risih pada yang ku lakukan ini, duduk di gazibu rumah setiap sore bersama moccacino hangat buatan ibu yang sampai dingin pun tak ku sentuh.

aku tersenyum datar pada Ambar. mengisyaratkan bahwa aku baik-baik saja. "Ini cara ku mengikhlaskannya". Ambar menghapus air matanya. "Indi! itu-itu terus jawaban lu! ini udah takdir Ndi, ngga ada yang pernah tau, ngga ada yang bisa hindarin, ini udah maunya yang di Atas, kapanpun Dia mau, dan ngga ada yang tau kalau kecelakaan itu bakal kejadian satu hari sebelum kalian menikah!". aku mengatupkan bibir ku rapat-rapat, tak ada yang ingin ku ucap. biar air mata yang menjawabnya.

aku bukan tak percaya pada takdir-Nya, bukan pula membangkang kehendak-Nya. aku hanya butuh waktu, waktu yang aku sendiripun tak tahu hingga kapan ku mampu membiarkan semuanya berlalu menjadi masa lalu. semua, tentang aku dan dia yang sama-sama cinta pertama, tentang aku dan dia yang saat masa SMA sama-sama memendam rasa, tentang aku dan dia yang dipisahkan oleh jarak saat berada dibangku kuliah, tentang aku dan dia yang mengenal manisnya cinta, tentang aku dan dia yang memutuskan menikah, dan tentang dia yang pergi untuk selamanya saat satu hari sebelum kita menikah, dan tentang aku yang tak mudah lupakannya. karena ikhlas adalah bukan seberapa cepat kita melupakan, tapi seberapa mampu kita melepas, membiarkan takdir membawanya.

"aku cuma butuh waktu, Mbar. Maaf, berkali-kali aku harus bilang bahwa ini caraku mengikhlaskan. dengan menikmati setiap detik kepergiannya disini". aku tersenyum tegar, dan sekali lagi menegaskan bahwa aku baik-baik saja.

 Aku mencintaimu, tapi aku tak punya hak tentukan takdir.

#FirstFF @ninitatabon