secangkir moccacino hangat sedari tadi ku aduk dan belum ku minum. malas rasanya mengangkat gagang cangkir menuju mulut untuk membiarkan isinya mengalir di teggoorkanku, padahal ini adalah minuman favoritku.
"mau sampai kapan begini terus?" suara Ambar sahabatku menyadarkanku dari lamunan panjangku. tanpa sadar minuman hangat yang sedari tadi ku aduk hampir dingin. aku hanya membalas pertanyaan Ambar dengan tatapan datar.
"gua benci yah sahabat gua yang begini. gua kangen lu yang dulu! please ndi, Andri kan udah....". aku menoleh dan menatap tajam tanpa suara pada Ambar saat dia menyebut nama seseorang yang 2 tahun ini menetap pada sudut fikir dan memang sedari tadi ku fikirkan, Ambar tak melanjutkan omelannya. dia memeluk ku erat. "gua kangen lu ndi, kangen banget sama lu". sambil terisak dia memeluk ku.
"udah 2 tahun lu begini. ikhlas ndi, ikhlas." tangannya mengusap lenganku layaknya orang menenangkan, padahal dia yang butuh ditenangkan. tunggu dulu, apa katanya? ikhlas? sering sekali ku dengar kata itu keluar dari mulut mereka yang "mungkin" risih pada yang ku lakukan ini, duduk di gazibu rumah setiap sore bersama moccacino hangat buatan ibu yang sampai dingin pun tak ku sentuh.
aku tersenyum datar pada Ambar. mengisyaratkan bahwa aku baik-baik saja. "Ini cara ku mengikhlaskannya". Ambar menghapus air matanya. "Indi! itu-itu terus jawaban lu! ini udah takdir Ndi, ngga ada yang pernah tau, ngga ada yang bisa hindarin, ini udah maunya yang di Atas, kapanpun Dia mau, dan ngga ada yang tau kalau kecelakaan itu bakal kejadian satu hari sebelum kalian menikah!". aku mengatupkan bibir ku rapat-rapat, tak ada yang ingin ku ucap. biar air mata yang menjawabnya.
aku bukan tak percaya pada takdir-Nya, bukan pula membangkang kehendak-Nya. aku hanya butuh waktu, waktu yang aku sendiripun tak tahu hingga kapan ku mampu membiarkan semuanya berlalu menjadi masa lalu. semua, tentang aku dan dia yang sama-sama cinta pertama, tentang aku dan dia yang saat masa SMA sama-sama memendam rasa, tentang aku dan dia yang dipisahkan oleh jarak saat berada dibangku kuliah, tentang aku dan dia yang mengenal manisnya cinta, tentang aku dan dia yang memutuskan menikah, dan tentang dia yang pergi untuk selamanya saat satu hari sebelum kita menikah, dan tentang aku yang tak mudah lupakannya. karena ikhlas adalah bukan seberapa cepat kita melupakan, tapi seberapa mampu kita melepas, membiarkan takdir membawanya.
"aku cuma butuh waktu, Mbar. Maaf, berkali-kali aku harus bilang bahwa ini caraku mengikhlaskan. dengan menikmati setiap detik kepergiannya disini". aku tersenyum tegar, dan sekali lagi menegaskan bahwa aku baik-baik saja.
Aku mencintaimu, tapi aku tak punya hak tentukan takdir.
#FirstFF
No comments:
Post a Comment