Friday, 6 November 2015

Cuma Soal Waktu

Waktu tidak pernah berbohong bahwa dia mampu menyembuhkan luka, pun dia tidak berbohong bahwa disetiap luka selalu ada bahagia yang menanti diujung sana. Aku begitu akrab dengan semua tentang waktu, sebelum sampai pada hari ini aku begitu akrab dengan kalimat-kalimat sihir menenangkan namun klise tentang waktu. Aku pernah sangat muak saat memahaminya, pernah sangat benci pada siapapun yang aku pikir "sok " merasa paling paham tentang waktu.

Namun benarlah apa yang dikata orang bijak, bahwa kita tidak akan memahami sesuatu sebelum kita benar-benar mengalaminya. Dulu, bagiku waktu adalah musuh, dia berkoalisi dengan hening dan terkadang dibantu dingin hujan untuk menghidupkan kenangan, aku benci itu. Kalian harus tahu, aku adalah orang yang penakut dan selalu resah menghadapi kenangan.

Aku pernah seperti orang gila, berdialog dengan dinding membicarakan tentang hujan yang tiba-tiba datang memapah kenangan, aku pernah seperti orang sinting, histeris seorang diri dalam hening yang sangat bising. Hening dalam bising, kau bingungkan? demikianlah mengapa ku sebut sinting. Dan aku juga pernah tersipu disentuh angin senja di depan teras rumah, sebab kulitku gelap, maka pipiku mengungu, tak memerah seperti orang kebanyakan, aku tertawa melihat awan yang berubah warna dari putih menjadi jingga, mereka indah, aku terawa hingga aku lupa seberapa lama, yang kurasa hanya mulutku mengatup tak bersuara, bibirku kering bergeming.

Waktu pernah sekejam itu padaku, pernah membuat suara detik pada jam dinding begitu menyeramkan ditelingaku, kala itu rasanya ingin ku copot semua baterai yang terpasang pada jam di dinding rumah agar mereka merasakan menjadi aku, diam membisu.

Kini bagiku waktu telah berubah, dia bukan lagi musuh, dia teman, setelah pernah ku caci-maki dia dengan sumapah serapah yang membuat parau suaraku, serak hingga habis tak terdengar, ternyata dia yang suka rela menyembuhkannya. Dulu aku pun lebih suka bermimik sangar dihadapannya, membenci apapun yang dibawanya, hingga aku lupa caranya tersenyum dan tertawa, urat wajahku kaku tak bisa diubah, dan lagi lagi waktu yang mengobatinya, dia mengajarkanku tersenyum dengan indah, mengembalikan tawa yang dulu pernah ada.

Aku memang egois, tidak pernah ingin disalahkan, aku selalu suka menyalahkan keadaan, maka waktu lah yang menjadi korban, apapun yang berantakan dihidupku, hanya waktu yang pantas disalahkan, namun aku tidak pernah menyangka bahwa balasan yang diberi waktu padaku begitu indah, balasan yang kita semua akrab menyebutnya dengan "Dewasa", waktu yang mengajarkanku semuanya, dia menuntunku perlahan pada apa yang disebut proses, walau harus susah payah dia memapahku karena aku yang terkadang masih enggan untuk bisa kembali bicara dan tertawa, hingga akhirnya kini aku bisa kembali menjadi aku yang bahagia.

Bagiku hidup hanya soal waktu, dia akan menjadi musuh bagi kau yang tak ingin maju, menjadi kawan bagi kau yang rela pada apapun yang diberi-Nya, dan menjadi kekasih bagi kau yang mau memahami bahwa bumi tidak dicipta hanya dalam satu malam, menjadi dewasa bukan berawal dari diri yang hanya diam.

created by: @ninitatabon

No comments: