Wednesday, 17 August 2016

Pelik

Jika cinta hanya tentang tahu diri,
Lalu apa yang bisa dilakukan lumpur pada hujan?
Lumpur mencintai jernihnya air,
Sedang bercak lumpur tak di inginkan sesiapun untuk hadir.

Jika cinta hanya soal pantas dan tidak pantas,
Lalu apa yang bisa memadamkan api saat kobarnya mematikan,
jika bukan air yang menjadi jawaban?
Sedang kita semua tahu,
air dan api tak bisa menyatu,
tapi mereka bisa saling membantu,
tengok saja secangkir kopi dimejamu.

Duhai, begitu pelik perihal cinta,
Padahal si tuli butuh si buta,
Legam batu bara sama berharga dengan mutiara,

Tapi manusia adalah makhluk paling sok tahu dan selalu merasa paling benar pendapatnya,
Hingga membuat si tuli tak berani mengasihi suara,
Si bisu tak punya nyali mengenal kata,
Si buta memilih untuk tak peduli pada warna,
Dan si bingung semakin akrab dengan kebingungannya.

Lalu apalagi kiranya yang ingin dikata manusia,
Jika mereka tahu bahwa si bingung, si tuli, si bisu, dan si buta, adalah satu jiwa?





Haurgeulis, mencari kantuk.
Nita Bonita Rahman

Monday, 15 August 2016

Penasaran


Tak kubayangkan kau selayak pangeran, sebab aku tahu, aku tak serupa putri kerajaan

Tak kubayangkan kau sesholeh para nabi, sebab aku sadar diri, imanku tak setinggi para shalihati

Tak kubayangkan kau sesempurna malaikat, sebab aku paham sangat, bahwa aku tak selalu taat

Aku tak cukup berani menebak bagaimana indah rupamu, teduh tatapmu, sejuk tuturmu

Yang aku tahu, aku hanya harus menjadi sebaik-baik diriku, untuk bersanding dengan sebaik-baik kamu.

Tapi aku penasaran,

Siapa sesungguhnya yang sedari tadi kusebut "Kamu"?





Haurgeulis, awal pagi.
Nita Bonita Rahman










*Sumber foto: Salah satu post di Inspirasi.co

Sunday, 14 August 2016

Menjelang Pukul Tiga

Menjelang pukul tiga

Ini bukan kali pertama,
Di detik yang sama,
Lebih dari sekali dua,
Tetiba mata dan atap bersua.

Menjelang pukul tiga

Langit-langit kamar bergeming,
Derik jangkrik membising,
Harum malam merebak,
Detik jam merdu berdetak.

Menjelang pukul tiga

Kupikir gigit nyamuk adalah sebab,
Atau sebab dingin menjadi lembab,
Nyatanya salah,
Segalamu dipikirkulah yang berulah.

Menjelang pukul tiga

Aku merapal resah,
Mengurai gelisah,
Tentang segala indah,
Tentang kita yang entah.

Menjelang pukul tiga

Saat kelopak seluruh mata terlelap,
Aku larut sendu dalam senyap,
Tersebab rindu yang merayap,
Dalam sujud penuh harap,
Terasakah duhai, engkau, yang namanya lirih ku ucap?

Menjelang pukul tiga

Aku berdialog dalam simpuh,
Berharap segala tanya tak lagi ambigu,
Ku coba urai segala sendu,
Dalam mihrab rindu,
Tentang kau, yang barangkali jua tengah mengadu,
Atau tengah larut dalam lelapmu.

Menjelang pukul tiga

Saat segala doa yang diucap serupa panah yang dilepas dari busurnya,
Melesat cepat lajunya,
Menancap tepat pada titik sasarannya,
Semoga tentang kita demikian pula adanya,
Dipanjat untuk di Ridhoi-Nya.

Semoga.



Haurgeulis, menjelang pukul tiga.
Nita Bonita Rahman