Sebuah titik
sudah ku tekan jelas tanpa koma membayangi dibelakangnya. Selesai.Tak ada lagi
kata "hallo" untuk kenangan.Tidak lagi berbicara tentang jengah atau
ketidak inginan, bukan karena egoisnya sebuah hati.
Tapi karena
hati berhak memilih.Tidak lagi, tidak sama sekali.
itu saja
yang ku tanam sedalam yang ku mampu. "TIDAK".
Ayolah,
hidup bukan hanya tentang masa lalu. Tidak hanya soal bagaimana kita dulu. ku
ingatkan hal itu terus menerus pada hatiku. hey, bukankah sudah ada nama baru?
nama yang ku
tulis dengan crayon warna warni. nama yang membalut plester luka.
nama yang
menyamarkan rasa sakit. nama yang mampu membuatku berkata "Tidak
lagi".
Lagi dan
lagi ku tegaskan bahwa semua selesai, tak harus diungkit lagi. tapi, masih saja
kau bubuhkan koma dibelakang titik. tidak sopan. sering sekali.
tanpa
persetujuan aku sang tokoh dalam sebuah cerita. kau sering meminta sebuah maaf,
padahal tanpa kau pinta sudah ku beri ribuan. itu itu saja yang kau bahas. hey,
sudah ku bilang bahwa hidup bukan hanya tentang masa lalu. sudahlah. aku tak
peduli dengan hidup baru mu. dan kau tahu itu.
Tapi, lagi
lagi kau datang lagi. padahal sudah ada kata sepakat berhenti dari kita.
dengan ke
entahan mu kau katakan "aku bukan yang terbaik bagimu, ku doakan kau dapat
yang kau mau".
menurutku,
kalimat itu artinya selesai, bukan? tak ada lagi "undo" pada cerita
kita. selesai.
Lalu, apa
lagi ini? kembali lagi. masih ingin membahas masa lalu?
tidak akan
pernah, karena semua sudah memudar dari ingatanku.
Tapi, tak ku
sangka, tak pernah terfikir. dari sekian kali kau datang lagi ini adalah
permintaan kembali mu yang paling mengejutkan.
kau kembali
dengan keseriusan yang amat sangat.
dengan
penyesalanmu yang (katanya) mendalam.
dengan inginmu
yang atas dasar perintah Tuhan.
Mengejutkan.
kau tak hanya memintaku kembali, tapi kau memintaku untuk menetap selamanya
dihidupmu tanpa batas waktu, tanpa ada pelepasan lagi, tanpa ada yang ingin di
akhiri, tanpa mengingat masa lalu.
kau kembali
dengan mengatakan kau ingin menjadi masa depanku, dan aku menjadi yang terakhir
untukmu.
Tak waras.
Tapi, hey..
bukan kah sifat cinta memang begini? tak waras. jauh dari akal sehat.
Tapi,
keseriusan mu tak mampu menjadi alasan ku menyetujui inginmu. karena rasa
percaya ku tak lagi seperti dulu. karena ku fikir semua yang terjadi layaknya
kertas. Kau pernah menjaganya rapih, tanpa noda dan tanpa kau berniat membuat
lipatan kecil sedikitpun. Tapi, kini kertas itu sudah kau genggam erat, tak
lagi kau biarkan tetap menjadi lembaran. setelah kau genggam, kertas itu kau
robek sesukamu.
dan kini kau
mencoba merapikannya lagi? tak akan pernah sempurna. serapih apapun, bekas
rusak itu akan terus ada. begituah sebuah rasa percaya yang ku punya.
aku
sangat-sangat menghargai. aku sangat-sangat berterimakasih.
tapi, aku
belum bisa menyatukan kembali rasa percayaku yang dulu pernah runtuh.
runtuh
hingga tiap kepingnya tak lagi berbentuk. maka, aku belum miliki alasan kenapa
aku harus yakin pada keseriusanmu.
Yang
terpenting yang harus kau tau,
bahwa hati
tak mampu menyimpan dua nama dalam satu ruang yang sama.
bahwa kau
masih belum mampu memberi alasan untuk rasa yakin ku,
bahwa aku
bersyukur Tuhan membimbing mu,
dan, bahwa
aku belum mampu menjawab pertanyaanmu.
No comments:
Post a Comment