Hujan
masih belum usai diluar sana, padahal sudah sedari maghrib tadi mereka datang,
rupanya belum juga tuntas rindunya pada tanah kering. Sudah pukul 8 malam ini,
wangi tanah basah masih ku nanti.
"hey,
mau berapa lama kau tatap layar handphone mu?", tegur sang ego padaku yang
sedari tadi sedang memandangi layar handphone. Aku tak bergeming, layar
handphone ini lebih menarik untuk ku perhatikan. "Bodoh..", katanya,
kesal rupanya ia ku acuhkan. aku menoleh ke arahnya sebentar. Tak ku jawab
perkataanya. aku masih sibuk dengan handphone di genggaman ku. "ini sudah
ke 3 kalinya, kenapa kau masih saja mencoba percaya?", aku mulai
mengalihkan pandangan dari layar handphone ke arahnya setelah mendengar
pertanyaannya. Sudah ke 3 kalinya. kalimat itu terdengar tidak biasa
untuk telingaku.
fikirku
melayang pada jaman kebodohan ku dulu, ketika masih menikmati perasaan semu,
dan masih tentang orang yang sama.
"kenapa
kau datang lagi?", Hujan diluar mulai reda, aku membatin bersama harum
wangi tanah basah. "Sudah 3 kali, dan rasanya masih sama. menyakitkan,
tapi kenapa?", aku menunduk memejamkan mata, "aku tak tahu harus
apa", aku berbisik hampir tak terdengar.
"Kau
bilang cinta itu tidak menyakitkan, tapi kenapa ia bisa mengeluarkan air dari
mata mu?", sahut sang ego yang ternyata sedari tadi memperhatikanku.
"begitulah bodohnya dirimu. coba lihat hatimu, luka itu masih menganga!
dan ini bukan pertama kalinya!". dia mulai membentak.
"Aku
tahu! aku tahu! tapi aku hanya seorang wanita biasa, aku mudah luluh, kau harus
tahu itu", aku terisak.
"Aku
pun tidak ingin lagi, tapi aku bingung", pipiku sudah basah ternyata.
"Hey,
ingatlah ini bukan pertama kalinya, dia bisa lakukan lagi sesukanya jika kau
masih tetap percaya. Ayolah ikuti saranku kali ini, jangan lagi", si Ego
membujuk.
"Tapi
dia bilang akan berubah, dia sudah tidak seperti dulu", aku mencoba
meyangkal.
"Hahaha..
lalu kau percaya?", aku masih menunduk, "Belum sepenuhnya",
kataku.
si
Ego menatap wajahku sangat dekat, "ikuti aku, sudahlah. siapa peduli pada
masa lalu? dia berubah? lucu sekali kamu, perubahan itu penialian orang lain
bukan penilaian pribadi. jangan terlalu lemah hanya karena kenangan, ingat
baik-baik kalimatku, sekali dia rusak kepercayaanmu akan mudah pula dia
lakukannya lagi, terbukti kan? ini sudah ke tiga kalinya", dia menatapku
lekat sambil mengacungkan jarinya mengisyaratkan angka 3 kehadapanku.
Aku
benar-benar kebingungan, aku kembali memandangi layar handphoneku, membaca isi
pesan didalam sana.
"Aku
benar-benar sangat menyesel atas yang ku lakukan di masa lalu , izinkaku
mengobati lukamu, luka yang ku buat. Aku memang benar bodoh sudah begitu saja
melepasmu, maka kini aku kembali untuk tetap disampingmu, tak akan pernah ku
biarkan kau tersakiti. berikan aku kesempatan lagi. Izinkan aku menjadi imam
mu, jika kau beri lagi kesempatan itu, akan segera ku datangi wali mu."
Aku
kembali terisak.
Kenapa
harus sebingung ini? bukan kah terkadang aku mengharap dia kembali untuk
mengobati luka ku? karena memang hanya dia yang miliki obat yang ku butuh,
tapi.. kenapa harus sebimbang ini? apa karena ada seseorang yang baru? untuk
apa pula aku membimbangkannya? toh aku hanya figuran numpang lewat yang
memandangi sempurnanya, dia tidak memandang ke arah ku sama sekali, kini ada
yang bersedia menerima ku dengan sempurna tapi kenapa aku bimbang sekali dalam
memilih? karena masa lalu kah? Aku harus apa? haruskah ku ikuti ego ku untuk
tak lagi mempercayainya? tapi.. aku bukan Tuhan yang berhak menghakimi
kesalahannya. aku hanya manusia, dan aku hanya wanita mudah luluh hatinya.
Aku mencoba bertanya pada Ego, "hey Ego.. bukankah bagi seorang laki-laki berkomitmen serius itu bukan hal yang sembarangan?".
"Iya,
dan mampu menyakiti 3 hati sekaligus juga bukan hal yang sembarangan". dia
menjawab dengan angkuh, mencoba mengingatkanku. Aku tak bisa lagi menjawab. Aku
tenggelam dalam kebingungan.
"Maaf,
aku belum bisa memutuskan".
Pesan
terkirim.
*created
by: @ninitatabon
No comments:
Post a Comment