Wednesday, 12 February 2014

#FF Definisi setiaku

   "Cinta adalah pilihan antara pergi atau ditinggal pergi", ku kenang baik-baik kalimat dari sebuah novel karya Dee yang baru saja selesai kubaca ini. ponsel ku berdering tanda pesan masuk, "Aku ngga rela kalau lensa kacamatamu harus bertambah tebal hingga menutupi mata indahmu", dari Mas Yovi. calon suamiku. aku memahami maksud pesannya, dia memang selalu begitu, entah punya ilmu apa hingga dia selalu tau apa yang sedang kulakukan. memperhatikanku diam-diam. selalu manis untukku. ini bukan pertama kalinya, dia sering memberiku kejutan tak terduga yang selalu berkaitan dengan apa yang sedang kuinginkan. Mas Yovi si cenayang hati yang mebuatku jatuh hati. ku balas pesannya "iya, ini udah selesai, ngga lagi-lagi deh baca buku sampe malem pak boss", ku taruh emotic smile diakhir pesan.

Ponsel ku berbunyi tanda pesan masuk lagi, namun bukan balasan dari mas Yovi. "Gimana? seru kan novelnya?", dari Tito, seorang laki-laki yang akhir-akhir ini dekat denganku, yang berhasil membuatku merasa menjadi wanita paling bodoh sedunia karena tak bisa juga menegaskan hati. "iya, seru. thanks yah udah recomend novel ini", balasku cepat."iya, sama-sama. novel emang lebih seru juga dibaca malam-malam gini Ta". begitulah.. Tito adalah seorang manusia yang bisa dibilang duplikatku dalam bentuk laki-laki, kita sangat memilki kecocokan dalam sifat dan watak, kami selalu nyambung dalam urusan apapun, selera kami berdua sama, dan tak bisa kupungkiri bahwa kamipun miliki rasa yang sama, namun dia tau bahwa aku sudah dijodohkan dengan seseorang yang lebih dulu ku kenal dibanding Tito, kerabat dekat ibu, teman kecilku, yang sudah kuanggap pelindung untukku, yang menerima kekuranganku, yang selalu membuatku merasa sempurna, yang mampu membimbingku, dia si cenayang hatiku, mas Yovi.

Yang aku tahu cinta selalu cuma satu, jika lebih dari itu hanya semu. palsu saja, hanya kesenangan biasa. mas Yovi selalu bisa mengerem kebodohanku, menenangkan hati ketika aku merasa kebingungan, dewasa. Tito, dia mebuat duniaku terasa berwarna, karena kesamaan yang kami punya membawa kita pada hal-hal yang gila sebagaimana adanya kita. bersama mas Yovi aku merasa dilindungi, bersama Tito aku merasa segala hayalku selalu bisa berwujud nyata. itulah mengapa aku tak bisa juga memilih, padahal aku sudah akan diperistri.

hingga akhirnya tiba pada satu moment dimana aku harus menegaskan hati, memutuskan sebuah pilihan, mendefinisi sebuah kesetiaan.

"Jadi gimana Ta?", Tito menatapku yang sedari tadi diam, padahal sebelumnya aku lah yang mengajaknya kemari, kubilang akan memutuskan pilihanku.
aku tidak menyangka akan sesulit ini mengatakannya. "kamu udah kasih banyak warna buatku", jawabku.
dia tersenyum, manis sekali. "Tapi aku bukan orang yang bisa nyatuin banyak warna". Tito menghapus senyumnya seketika seakan memahami maksud ucapanku. "Aku ngga bisa". kataku sambil menunduk, tak mampu kutatap mata indah penuh mimpi itu. "Aku paham", katanya beberpa saat kami ada dalam hening paling memuakan, kemudian nafasnya menghela panjang seakan mendapat kelegaan. "Terimakasih sudah menjadi partner kebodohanku Ta", ucap Tito dengan tersenyum kepadaku, "Kita emang terlalu mirip, terlalu sama, monoton, aku ngga akan bisa jadi rem buat kamu, saat kamu lari aku akan lari bersamamu, saat kamu kelelahan maka aku juga akan sama kelelahannya denganmu, karena kita terus lakukan hal yang sama. dia memang lebih kamu butuh, karena dia selalu punya cara bikin kamu balik lagi kedunia nyata saat kamu kecapean didunia mimpi kita. selamanya Gita Aulia Putri adalah mimpi paling indah dihidupku. tapi,  mimpi yang selamanya cuma jadi mimpi". Tito memecah keheningan dengan kalimat-kalimatnya yang membuat pipiku basah seketika. Sepedih ini kah rasanya memutuskan untuk setia?

Kantin kampus tidak pernah terasa sesepi ini sebelumnya, bukan karena tak ada pengunjung, tapi karena seakan-akan kalimat dan langkah terakhir Tito didekatku mengheningkan segala hingar bingar disekitarku. Tak apa, karena cinta selalu hanya satu, dan memang harus memilih. benar adanya bahwa cinta adalah pilihan antara pergi atau ditinggal pergi.

"Seberapapun sempurnanya kamu, aku tidak ingin berpaling dari hati yang menyempurnakanku, hati yang mampu melindungiku didunia nyata, bukan larut dalam alam hayal saja", aku menatap punggung Tito yang kini mulai jauh. "Semoga ada hal manis setelah ini sebagai balasan atas kesetiaanku".

created by: @ninitatabon
Di ikutkan dalam #FF2in1 nulisbuku.com
tema; Fatin - Aku memilih setia

Tuesday, 11 February 2014

Tentang Sebuah Perjuangan ( bagian 3 )

Baru sempet melanjutkan, baru sempet ngepost lagi ^^

   Sebelumnya saya sudah menceritakan awal perjuangan dan ayat-ayat yang membuat saya memutuskan untuk melakukan perjuangan ini, kali ini saya lanjut bahas soal gimana perasaan saya saat pertama kali memperlebar jilbab dan efek yang dibawanya.

   Seperti yang sudah saya ceritakan, ini tidak mudah, dan semuanya bertahap. Disini klimaksnya, ketika banyak yang meremehkan, dan bahkan ketika diri saya sendiri meragukan. siapa tidak ragu menjadi seseorang yang baru? menjadi yang bukan saya? ini amat tidak mudah, dengan kepribadian saya yang bukan seorang pendiam karena umumnya wanita-wanita berjilbab syar'i biasanya anggun dan pendiam, saya yang tidak miliki background dan ilmu keislaman yang mendalam, bukan anak seorang ustad, bukan lulusan pesantren, itu semua membuat saya ragu untuk memulai "berhijrah" dari celana jeans menuju rok, dari baju lengan panjang biasa menuju gamis, dari kerudung standard biasa menuju kerudung yang lebar panjang, dan dari keluar rumah dengan hanya bermodal sandal menuju kaki yang harus tertutup kaos kaki.
Galau, bingung, ragu, semua menjadi satu. bisakah? dengan hanya bermodal ayat-ayat Allah dan keinginan saja, bisakah?

   Saya terus meyakinkan diri, terus memperkuat niat, terus menghapus keragu-raguan yang ada dipikiran saya. seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya juga bahwa internet menjadi sangat penting untuk saya, terutama social media, dalam hal ini adalah twitter, ditengah-tengah keraguan saya, ditengah kegalauan saya untuk mesyar'ikan pakaian, saya diberi pencerahan oleh twit-twit dari ust. @felixsiauw tentang hijab syar'i, dari tulisan-tulisan beliau saya sadar bahwa saya tidak harus menjadi baik terlebih dahulu untuk menjadi syar'i, tapi ke-syar'ian itu sendiri yang akan mendorong saya menjadi pribadi yang lebih baik. saya memang banyak dosa tapi setidaknya dengan mensyar'ikan jilbab saya mengurangi satu dosa. saya selalu merasa tidak siap, bagaiamana pekerjaan saya nanti? ada yang bersediakah menjadi suami saya nanti? dari beliau saya mendapat jawaban bahwa Allah sudah atur rezeki tiap hamba-Nya dengan seeebaik-baiknya dan apabila apa yang saya lakukan adalah memang karena Allah maka rezeki dari-Nya akan teus dimudahkan, jodohpun sama, dengan pakaian syar'i memang tidak banyak laki-laki yang akan memperhatikan diri ini, tetapi hanya laki-laki soleh yang mampu mengerti dan akan miliki saya nanti. Subhanallah..

   Tapi, ada yang saya tidak temukan jawabannya, yaitu soal keluarga. bagaimana dengan penilaian keluarga saya nanti jika saya bergamis dan berkerudung lebar ditambah berkaos kaki pula? lalu apa kata tetangga melihat perubahan saya? ibu dan bapak bagaimana menilai saya? apa saya akan dianggap aneh? apa saya akan dikucilkan? atau jangan-jangan saya dianggap telah mengikuti organisasi yang berhubungan dengan teroris? Astaghfirullahaldzim.. sungguh bimbang, berada diantara keinginan yang menggebu tetapi banyak yang membuat ragu. dari beberpa artikel yang saya baca, saya mendapat kesimpulan bahwa menutup aurat bisa mengurangi beban akhirat bapak saya kelak, bahwa saya nanti akan menjadi tabungan pahala untuk orang tua saya, bahwa saya harus menjelaskan semua keinginan saya terhadap ibu dan bapak dengan pelan-pelan, tidak terkesan menggurui dan melawan.

   Dan.. Akhirnya.. setelah melalui banyak pertimbangan dan keraguan, saya memulai semuanya. kerudung segi 4 yang biasa saya pakai satu lembar sekarang saya putuskan untuk men-doublenya menjadi dua agar saat diperlebar tidak terlihat transparan.  awalnya agak aneh meilhat bayangan saya sendiri dicermin menggunakan jilbab yang dirangkap dua dengan lebar yang tidak seperti biasanya. keluarga saya tidak banyak berkomentar, tapi saya tahu mereka berbisik-bisik membincangkan pakaian yang saya kenakan, terlebih ketika mereka melihat saya memakai kaos kaki setiap bepergian, mereka mengganggap saya bukan lagi menjadi diri saya. para tetanggapun sama, saya tahu mata mereka memandang aneh pada saya, "tidak apa-apa, mungkin karena belum terbiasa", pikir saya saat itu. sekarangpun saya menjadi jarang keluar rumah kecuali untuk hal yang penting, kadang didalam rumahpun saya menggunakan kerudung, biar saja dianggap aneh, ini semua karena Allah dan untuk orang tua saya, biar saja apa yang dipikir ibu dan bapak, asal saya tak melawan mereka dan membuktikan dengan saya harus menjadi pribadi yang lebih baik, dipandang anggun dan sopan didepan orang lain dan menjadi kebanggan ibu dan bapak. semua tidak berheti sampai disana, semakin saya yakin dengan jilbab lebar ini maka harus semakin semangat pula saya untuk mendapatkan ilmu agama, memperbaiki kepribadian saya, dan meyakini orang-orang yang saya cinta.

   Saat bertemu dengan kawan-kawan lama, teman-teman masa SMA dan teman lain yang sudah sekian lama tidak bertemu, merekapun memandang perubahan saya, katanya "kamu kok jadi kayak anak (.....sebut nama salah satu pesantren didaerah saya....). agak seram saya mendengarnya, karena yang saya tahu orang-orang dari tempat yang teman saya sebut dipandang miring oleh masyarakat. "duuuh ibu guru penampilannya ibu-ibu banget yah sekarang", cibir teman saya yang lain karena memang saya bekerja disalah satu SD diwilayah saya tinggal. tersenyum saja saya membalasnya, "hehehe bisa ajah", jawab saya. yaa begitulah.. mereka hanya tahu saya memutuskan mensyar'i kan pakaian karena pekerjaan saya padahal tidak. dilingkungan saya bekerjapun saya kerap dipandang aneh, sering sekali mereka bertanya "itu ngga panas neng pake kerudung dua begitu?", "lebar-lebar banget sih neng kerudungnya?", "ngapain pake rok sih neng, kita yang udah tua ajah pake celana", "sekali-kalinya pake celana jilbabnya lebar juga". hmm begitulah, karena saya memang yang paling muda ditempat saya bekerja, jadi harus siap dikritik oleh para ibu-ibu. lagi dan lagi saya meyakini diri, "ngga apa-apa nit, biar kamu tambah yakin", saya menghibur diri.

   Memang sulit hidup dijaman sekarang, segala serba mudah dan praktis, termasuk soal pakaian, khususnya kerudung yang sayangnya kepraktisan tersebut mengurangi nilai ke-syar'iannya. memang sulit hidup dijaman sekarang tanpa ilmu dan orang-orang terdekat yang sevisi dan sepemahaman. tapi, sulit bukan berarti tidak bisa, lagipula apa yang saya hadapi adalah ujian, karena bukankah orang belum dapat dikatakan beriman jika belum diuji? dan alhamdulillah hingga detik ini saya masih teguh dengan jilbab lebar, gamis, rok dan kaos kaki, karena saya seudah sangat-sangat merasa nyaman dengan apa yang saya kenakan, saya merasa menjadi wanita se-wanit-wanitanya, merasa sangat anggun, merasa bangga menunjukan identitas keislaman saya, semua menjadi lebih baik, mulai dari cara pikir, hingga pandangan hidup, semua semakin manis saya rasakan. Tapi, dibalik semua ujian yang saya hadapi ada pula pujian yang saya dapatkan, tidak jarang saya mendapat apresiasi yang baik dari teman-teman, dan tidak dipandang seperti wanita kebanyakan. Alhamdulillah :)

   Begitulah cerita perjuangan saya dalam mensyar'ikan pakaian, dari ujian hingga pujian, dan dari miris hingga manis, semua jadi satu, semua saya rasakan, semua Allah berikan, karena itu semua akan menambah kekuatan dan keyakinan saya, maka tidak perlu saya keluhkan. Saat ini tidak ada yang paling saya ingin selain Allah mengistiqomahkan ke islaman saya. saya memang anak baru (newbie), tapi semoga coretan perjuangan saya ini dapat berguna dan memotivasi pembaca semua yang sedang dilanda kegalauan dalam meyakinkan diri menuju ke-Syar'ian.

Berat perjuangannya, melewati banyak sindiran, terkesan diremehkan. Diri ini memang kering ilmu, tapi titah Allah dalam surat cinta-Nya bukan tulisan semu. Semoga Allah mengistiqomahkan jilbab dan gamisku.

Doakan saya tetap istiqomah, terimakasih sudah menyediakan waktu membaca coretan saya, semoga bermanfaat. Terimakasih, wassalam... ^^

created by: @ninitatabon
visual: Facebook Fanpage Dakwah Muslimah

Wednesday, 5 February 2014

Tentang Sebuah Perjuangan ( bagian 2 )


Sesuai janji saya, saya akan menulis kelanjutan cerita perjuangan saya. Dan alhamdulillah sekarang sudah bisa diposting.

Langsung saja..

Kerudung sudah menjadi bagian dari hidup saya, walau hanya sebagai penutup kepala saja, tapi saya sudah yakin untuk tidak melepasnya diluar rumah. melanjutkan postingan saya sebelumnya..

   Saat itu, saya hanya mencari ilmu agama lewat buku dan pelajaran PAI disekolah saja, saya merasa sangat kurang pemahaman dan merasakan resah, akhirnya saya bercerita dengan salah seorang teman yang berbeda sekolah tentang keresahan saya ini, kemudian dia bercerita bahwa disekolah mereka mengadakan halaqoh, dia bercerita segala kegiatan didalamnya, saya sangat tertarik mendengarnya, saya rasa ini jalan yang bagus untuk saya menambah pemahaman tentang agama, dan saya pikir sepertinya asik jika sekolah saya juga mengadakan kegiatan yang sama seperti sekolah teman saya itu, rohis, halaqoh, IRMAS (ikatan remaja masjid), seru sekali mendengarnya, sayangnya disekolah saya tidak ada karena alasan-alasan yang sangat klise bahwa kegiatan seperti demikian biasanya berkaitan dengan organisasi-organisasi tertentu, miris sekali, karena sudah kebijakan sekolah maka saya bisa apa? Akhirnya, saya mencoba mengajukan kegiatan halaqoh diluar kegiatan sekolah, saya mencari murobi (guru) yang dapat membimbing saya, dan saya sangat bersyukur ternyata banyak teman-teman yang  mendukung dan tertarik untuk mengikuti halaqoh, dititik ini semua perjuangan saya sangat begitu terasa, karena jarak rumah murobi dari sekolah lumayan jauh, belum lagi tempat tinggal kami juga jauh dari sekolah, jadi benarlah jika ada pepatah mengatakan “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina”, maksudnya adalah sejauh apapun jaraknya untuk ilmu memang harus diupayakan bagaimanapun caranya. Begitulah singkat cerita perjuangan saya dengan diri saya sendiri.

   Halaqoh sudah berlangsung, saya banyak mendapat ilmu di sana, teman baru dan ketenangan, cara pikir sayapun semakin hari semakin lain, keputusan saya berkerudung semakin mantap dan mantap lagi, walau memang masih menggunakan celana jeans dan baju lengan panjang tetapi saya bertekad untuk tidak melepas kerudung sekalipun dilingkungan rumah. Perjuangan berlanjut dan kali ini antara saya dan keluarga. Awalnya belum kentara, namun selepas SMA semua semakin terasa. Ibu sering memarahi saya saat beliau meminta saya membelikan sesuatu ke warung disamping rumah tetapi saya terlalu lama karena menggunakan kerudung terlebih dahulu. “Ngapain sih pakai kerudung segala?! Kelamaan! Kalo ngga mau disuruh bilang!”,katanya waktu itu, sulit saya menjawabnya, diam saja yang saya bisa, karena memang anak tidak boleh melawan orangtua sekalipun dia benar. Galau sekali saya saat itu. Tidak tahu bagaimana cara menjelaskan kepada orangtua.

   Itu semua tidak membuat saya gentar, tidak menggoyahkan niat saya dan kerudung saya. Sayapun tidak hanya diam, terus dan terus saya menambah ilmu lewat artikel-artikel islami dan konsultasi dengan murobi, namun karena saat itu saya sudah bukan lagi pelajar dan sudah berpisah dengan teman-teman, halaqohpun menjadi jarang dilakukan, hanya lewat ponsel saja kami berkomunikasi. Karena saat ini jaman sudah canggih, internet juga menjadi sangat penting untuk saya, selain mencari bahan bacaan saya juga mencari dan menambah teman yang sevisi dan sepemahaman dengan saya. Ajaib memang dijaman super canggih seperti sekarang ini, semua yang jauh bisa terasa menjadi sangat dekat. Saya tidak berhenti sebatas berkerudung saja, melihat teman-teman begitu anggun dengan jilbab dan gamis syar’i nya saya merasa sangat malu dengan apa yang saya kenakan, yang saya kenakan belum apa-apa, saya mulai berpikir yang saya kenakan masih jauh dari yang Allah mau, masih jauh dari yang Allah minta, masih jauh dari yang Allah suka. Terlebih banyaknya tuntunan-tuntunan tentang kerudung untuk wanita muslimah dalam ayat di al-qur'an semakin menambah kegalauan saya, karena jika sudah berkenaan dengan ayat al-qur'an itu semua sudah tidak main-main, karena al-qur'an adalah surat cinta dari Allah, Allah sendiri yang berbicara, banyak ayat yang mewajibkan seorang muslimah berkerudung, tetapi ada salah satu ayat yang sangat membuat saya berfikir bahwa yang saya kenakan masih jauh dari perintah Allah. bunyinya adalah:


"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab : 59)

dan..

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur: 31).

menjulurkan jilbab keseluruh tubuh, dan jangan menampakkan perhiasan kecuali yang biasa nampak.  sedangkan yang dimaksud biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan. kalimat-kalimat tersebut yang membuat saya merasa bahwa apa yang saya kenakan masih jauh dari benar. semua hal itupun didukung oleh hadist-hadist nabi yang saya temui dalam artikel-artikel yang saya baca, seperti:

Dari Abu Hurairah Rodhiyallohu 'Anhu dia berkata, 

"Rasulullah SHollallohu 'Alaihi Wasallam mela’nat orang laki-laki yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian lakilaki". [HR. Abu Dawud]

dan..

“Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat: (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini.” (HR. Muslim)

   setelah saya cari penjelasan lagi ternyata yang dimaksud dengan "wanita berpakaian tapi telanjang" adalah wanita yang menggunakan pakaian tetapi masih memperlihatkan lekuk tubuh. disini lah semuanya berawal, Allah sudah mempertemukan saya dengan muslimah-muslimah yang baik, sudah menyadarkan saya lewat surat cinta-Nya, dan sudah diberi penjelasan melalui hadist-hadist dari nabi. semua sudah jelas, lalu apa lagi yang saya tunggu? celana lumrahnya dipakai oleh seorang laki-laki, baju lengan panjang yang saya kenakanpun kadang masih menampakkan lekukan tubuh, semua itu membuat saya mempertanyakan segala niat saya.

 
    Kemudian niat mempertahankan kerudung saya ganti dengan keinginan Mensyar’i kan jilbab, ini tidak mudah, mengingat keluarga saya yang demikian adanya, dan saya juga merasa bahwa saya belum paham apa-apa, saya tidak paham banyak tentang agama, saya bukan anak pondok, saya bukan lulusan pesantren, tidak ada background didalam diri dan keluarga saya untuk menjadi demikian, menggunakan gamis dan kerudung yang lebar panjang? Ah.. “apa saya bisa?”, pikir saya saat itu.

    Perlahan.. ini memang benar-benar tidak mudah. Saya hanya dibimbing oleh bacaan-bacaan, artikel-artikel, ditambah dorongan kuat ketika melihat teman-teman muslimah terlihat begitu anggun dengan pakaian mereka. Tapi saya mulai bertanya pada diri saya sendiri, sebenarnya apa saya sudah yakin? Atau saya hanya mengikuti teman-teman? Atau saya hanya ingin dipandang baik? Banyak sekali pertanyaan dibenak saya. Tapi semakin didiamkan semakin terasa kuat keinginan saya ingin mensyar’i-kan pakaian. saya mulai semuanya pelan-pelan, mulai dari tidak lagi menggunakan celana jeans dan menggantinya dengan celana bahan katun, lalu lambat laun saya ingin memakai rok, saya mulai berdiskusi dengan ibu saya, “bu, saya ingin pakai rok terus sekarang”, ibupun meng-iya-kan saja, mungkin beliau pikir apa anehnya? Toh saya ini perempuan, wajar jika pakai rok. Sejak saat itu saya mulai sedikit-sedikit, mengganti celana menjadi rok, saya mulai menyingkirkan celana-celana jeans yang saya punya. Walau tidak banyak rok yang saya miliki tetapi hal itu tetap membuat saya merasa nyaman. Walau belum se-syar’i yang saya tahu tapi itu sudah cukup anggun saya rasakan. 

Perjuangan saya tidak berhenti sampai disini, masih banyak yang ingin saya ceritakan tapi saya rasa untuk kali ini cukup sampai sini, kelanjutannya akan saya posting secepatnya.
mudah-mudahan ada ilmu yang bisa dipetik. semoga bermanfaat. see u next post ^^

Monday, 3 February 2014

Tentang Sebuah Perjuangan ( bagian 1 )



Bismillah..

Coretan kali ini saya sedang tidak ingin menulis soal cerita-cerita atau sajak-sajak absurd yang sering saya posting, kali ini saya ingin berbagi tentang sebuah perjuangan yang hingga detik ini masih saya lakukan. Ini tentang sebuah kewajiban dan ketakutan akan sebuah “Tanggung Jawab”, ini tentang titah Tuhan. Tentang saya yang memutuskan mensyar’i kan pakaian yang saya kenakan.

Iya, sekarang saya mencoba memantapkan diri menggunakan pakaian syar’i untuk akhwat sesuai tuntunan al-qur’an. Ini bukan hal mudah, banyak hal yang saya hadapi sebelum dan sesudah memantapakan diri dengan pakaian ini, tentang bagaimana mengahadapi ujian dan pujian, maka disinilah saya akan menuliskannya, walau sayapun masih terbilang “anak baru” tapi saya berharap dapat memotivasi ukhti-ukhti yang sedang sama berjuangnya dengan saya. Karena kebaikan sudah sepantasnya diperjuangkan, dan ujian selalu datang untuk orang yang beriman. Semoga bermanfaat.

Sebelumnya yang perlu pembaca tahu bahwa saya dilahirkan disebuah keluarga yang tidak berbasic pesantren atau orang sebut “awam”, memandang kerudung bukan kewajiban namun sebuah pakaian yang digunakan sepantasnya saja. Keluarga saya bisa dibilang keluarga yang mengerti agama, hanya saja soal kerudung mereka masih menganggap “biasa”. Definisi biasa disini adalah kerudung memang harus dikenakan, tapi hanya ketika kita keluar rumah, pergi ke suatu acara atau pergi dalam suatu kegiatan, namun saat dilingkungan rumah bersama tetangga dan lain sebagainya yang berkenaan dengan lingkungan rumah kerudung dipandang tidak begitu penting untuk dikenakan.

Hidup dalam latar belakang yang demikian mau tidak mau saya akan mengikuti cara pikir keluarga, karena disanalah tempat saya dibesarkan dan diajarkan bagaimana caranya berinteraksi dengan orang banyak, tempat pertama kali saya menerima pendidikan, tempat kembali paling nyaman saat kaki ini mulai lelah berjalan.

Tentang kerudung saya..

Dulu, sebelum sampai dititik ini saya sudah memutuskan untuk mengenakan kerudung kemanapun saya pergi, kecuali dilingkungan dekat rumah (seperti yang sudah saya jelaskan). Tepatnya saya masih duduk dibangku SMP saat itu, kota dimana saya tinggal mewajibkan siswa perempuan mengenakan kerudung saat sekolah,dan hal itu menjadi kebiasaan untuk saya saat diluar lingkungan sekolah, saat kerumah teman untuk mengerjakan tugas saya pun mengenakan kerudung. Tapi, dulu kerudung masih belum terpikir wajib untuk saya. Masih lepas pakai kerudung saya saat itu (seperti yang sudah saya jelaskan juga).

Beranjak SMA, saya masih mengenakan kerudung, tapi intensitas lepasnya lebih sering, karena faktor pengaruh teman-teman yang memang seusia itu sedang “ganjen-ganjennya”, dan menelan mentah-mentah apapun yang dilihat di televisi, dari model rambut hingga model pakaian. Tapi, untungnya saya hanya seorang anak yang kuper jadi tidak terlalu peduli dengan kemajuan fashion saat itu, saya juga tidak bisa dandan, saya hanya mengikuti teman-teman yang terlihat menarik ketika tidak mengenakan kerudung, “ngga usah pake kerudung ah, deket ini”, begitulah pikir saya waktu itu. Itu semua berjalan sedari saya duduk dibangku kelas 10, hingga menaiki kelas 11 semester 2.

Singkat cerita, saya sudah duduk dibangku kelas 12 atau kelas 3 SMA, ada perasaaan yang membuat saya merasa tidak nyaman saat tidak mengenakan kerudung sekalipun hanya dilingkungan dekat rumah, ada kerisihan tersendiri ketika saya melihat perempuan tidak menggunakan kerudung, ada perasaan lain, tidak seperti dulu. Saya kemudian mencari penjelasan soal kerisihan yang saya rasakan, saya banyak membaca artikel soal hijab untuk wanita muslim, karena fitrah manusia adalah senang pada kebaikan maka artikel atau tulisan yang saya baca seakan mengajak saya untuk lebih memahami bahwa seorang wanita muslimah memang seharusnya berkerudung, dan tidak memperlihatkan aurat dihadapan nonmahrom.

Singkatnya, saya mulai menemukan jawaban dari kerisihan saya, bahwa menampakan aurat dihadapan laki-laki yang bukan muhrim sekalipun tetangga dan bahkan sepupu sendiripun itu bukan budaya agama saya. Entah kenapa dikelas 3 SMA hati saya semakin mantap dengan kerudung walaupun belum syar’i, masih menggunakan celana jeans, baju lengan panjang dan dipadu dengan kerudung biasa, tetapi niat saya begitu kuat untuk tidak melepas kerudung dihadapan bukan mahrom, perasaan sayapun semakin tidak enak jika melihat kawan yang tidak berkerudung, saya memang tidak miliki ilmu apapun, pemahaman saya masih dangkal, tetapi jika sudah berurusan dengan kerudung selalu ada perasaan lain, sempat pada satu moment saya memarahi salah satu teman laki-laki yang tengah bercanda dengan sahabat saya, itu bukan hal aneh, tapi saat itu bercandaan mereka sudah tidak wajar, tiba-tiba teman laki-laki saya memaksa membuka kerudung sahabat saya, saya yang sedari mereka bercanda hanya diam saja entah kenapa merasa risih dengan ulah si teman laki-laki itu, dan entah pula ada kekuatan dari mana saya tiba-tiba saja membentak dan memarah-marahi teman laki-laki saya tersebut hingga seisi ruangan kelas diam melihat kemarahan saya. Saya marah karena ketidak sopanannya membuka kerudung sahabat saya. saya pikir itu sangat-sangat tidak sopan, bolehlah bercanda asal tidak bermain dengan fisik, terlebih dia laki-laki dan lawan bercandany adalah seorang perempuan, saya pikir itu benar-benar tidak bisa dibiarkan. Tapi tenang, kemarahan saya tidak berlangsung lama semua baik-baik saja setelah si teman yang saya marahi itu meminta maaf satu hari kemudian karena dia merasa bersalah, sebenarnya harusnya saya yang meminta maaf karena tidak bisa menahan nafsu, yaa mungkin karena sudah terlalu risih. 

Begitulah awalnya saya mengakrabkan diri dengan kerudung, dari hanya sebuah perasaan hingga menjadi hal yang tidak biasa. setahap demi setahap.
 
Mungkin cukup sebagian dulu yang saya tuliskan, tulisan perjuangan saya belum usai, sisanya akan saya posting secepatnya.

mudah-mudahan ada pelajaran yang bermanfaat dari yang saya tulis ^^