Aku tahu setiap hari yang Tuhan beri adalah anugerah, namun
untuk hari ini izinkan lah aku menyebutnya dengan hari yang sendu, lebih sendu
dari hari biasanya, bukan tentang nama harinya, bukan tentang rutinitas
didalamnya, namun tentang angka dan bulannnya, karena kalender yang menempel
didinding rumahku hari ini menunjuk pada angka dan bulan yang sama seperti pada 44 tahun lalu saat seorang wanita yang
dengan Ridho Allah hadir kedunia dengan sehat dan selamat , dengan di selimuti
rona bahagia dari ibu dan bapaknya, wanita yang kini menjadi wanita paling
beharga yang aku punya, wanita yang akrab ku panggil Mamah.
Iya, hari ini adalah hari ulang tahun mamah, genap 44 tahun sudah beliau hidup didunia, orang
bilang hari ulang tahun adalah hari yang bahagia, namun bagiku tidak, maksudku
bukan aku tidak bahagia, tapi ada rasa yang lebih dominan dari bahagia, ialah
sendu, yang sejak menyadari hari ini akan segera datang 2 hari yang lalu rasa
itu sudah muncul membuat hati gelisah tak menentu. Karena hadirnya hari ini membuatku
sadar bahwa kontrak kebersamaanku bersama orang-orang yang ku cinta kian
bekurang, walau entah siapa yang lebih dulu pergi dari siapa. Menurutku
hari ulang tahun adalah sama seperti
hari biasanya, berisi tanggal dan bulan yang selalu berulang sama setiap
tahunnya, namun bedanya hari ini berisi banyak doa yang terpanjat, tapi
diantara deretan doa dan ucapan bahagia selalu
terselip rasa takut yang kusembunyikan, rasa takut yang selalu menyadarkan
bahwa sebuah kebersamaan selalu punya batas waktu.
Tentang hari ini, tidak ada yang spesial yang bisa kuberi,
baik kado atau kejutan apapun yang mampu ku bagi, hanya sendu saja yang ku rasa
sejak tadi, sesungguhnya bukan aku tidak bahagia, justru aku sungguh bahagia
karena hingga saat ini Allah masih memberiku kesempatan untuk tetap bersama
dengan wanita yang kucinta, namun sedih rasanya ketika menyadari betapa hari
ini begitu cepat datang lagi. Rasanya baru kemarin mamah memakaikanku seragam
bernuanasa biru dan menyematkan jepit rambut berwarna merah jambu juga bedak
yang menempel tanpa perhitungan yang rutin dilakukan mamah saat sebelum aku
berangkat sekolah pada masa TK dulu, rasanya juga baru kemarin mamah menggandeng
tanganku ditengah keramaian dan mengangkat tubuhku sebisanya demi aku bisa
melihat bagaimana lucunya sekelompok gajah bermain bola yang disaksikan oleh
penonton yang begitu padatnya, rasanya pula baru kemarin mamah menyarankanku
bagaimana cara berdandan yang baik untuk menghadiri acara perpisahan masa SMA
saat dimana seluruh siswa kelas 3 diharuskan hadir disekolah dengan dandanan
yang tidak seperti biasanya. Rasanya baru kemarin setiap moment bahagia bersama
mamah ku buat, namun kini sudah menjadi kenangan yang terlewat, kenangan yang hanya
bisa ku ingat.
Sudah amat banyak rasanya kalimat indah yang mendefinisikan
tentang sosok seorang mamah, namun sungguh masih tak cukup indah untuk
menjelaskan bagaimana seharusnya beliau terdefinisi, maka benarlah sudah jika
nabi menyarankan kita untuk memuliakan wanita yang melahirkan kita tersebut
dengan sebaik-baik kemuliaan, karena bahkan kata seindah apapun masih tak cukup
indah untuk mengartikan bagaimana luar biasanya ia.
Karena aksarapun tak cukup mampu untuk mendefinisikan
bagaimana menerjemahkan indahnya mamah, maka
kini kucoba untuk menjelaskan bagaimana berharganya ia, melalui sebuah hari
yang kata orang harusnya penuh dengan rasa bahagia, namun aku lain mengartikannya.
Bukan.. bukan maksudku tidak bahagia,
namun aku hanya tak kuasa menyadari bahwa waktu terasa cepat berlalu, waktu terus bergulir menghabiskan jatah
kebersamaan yang kumiliki bersama wanita yang kucinta. Jika memang jutaan
aksara tak cukup mampu mendefiniskan cintaku untuk mamah, maka biar pula ku
coba mengartikannya dengan sederhana, bahwa bagiku embun tidak akan terasa
sejuk tanpa kicauan mamah yang membaweliku saat beliau tahu aku diam-diam memilih
kembali berbaring ditempat tidur saat
kewajiban ibadah subuhku sudah ku tunaikan, bagiku siang akan terasa begitu
terik tanpa sms mamah yang bertuliskan nada hawatir karena aku tak kunjung
pulang tanpa mengabari aku ada dimana, bagiku senja tidak akan menenangkan
tanpa suara serok dan sapu yang berpadu kompak membantu mamah merapikan pelataran
rumah yang penuh dengan daun jambu dan ranting kering yang gugur setelah
seharian mencoba bertahan pada dahannya, bagiku malam akan begitu menusuk
sunyinya tanpa lagu-lagu dangdut yang melantun dari acara TV yang setia mamah
tonton setiap hari walau orang-orang yang mengisi acara selalu sama dan mamah
sudah hafal betul bagaimana alur acaranya, bagiku hari tidak akan berjalan
sempurna tanpa itu semua, tanpa melihat mamah sibuk dengan aktivitasnya, tanpa
mendengar omelan mamah, tanpa memperhatikan mamah lalu lalang mengurus adik bungsuku yang dalam mendidiknya sungguh
membutuhkan jutaan kesabaran, bagiku semua hari adalah bahagia asal tak ada
murung pada wajah mamah.
Tentang hari ini, walau semua berjalan normal seperti hari
biasanya, ada yang tidak biasa pada hatiku, seperti yang sudah kutulis
sebelumnya, bahwa waktu terus berjalan, waktu semakin berlalu, hari ini datang
lagi, hanya angka pada umur yang bertambah, namun jatah usia justru sebaliknya,
berkurang, perlahan. Bagiku dunia akan terasa sangat sendu saat kita menyadari
bahwa setiap yang berawal pasti berakhir, setiap yang bertemu akan berpisah,
setiap yang bersama akan berjarak, walau entah kapan, walau entah bagaimana,
namun setiap hari ini hadir, semua semakin terasa sendunya.
Untukmu mamah...
Maafkan aku yang hingga hari ini belum mampu berikan apa-apa,
maafkan aku yang hingga detik ini hanya mampu merepotkan saja, maafkan aku yang
masih belum mampu menjadi apa yang kau mau, masih sering mebangkang inginmu,
masih sering menghabiskan suaramu untuk meneriaki kecerobohanku, masih sering
egois dengan pendapatku tanpa mengindahkan saranmu.
Untukmu mamah...
Terimakasih atas suara gaduh dari aktivitas pagimu didapur yang
menjadi pertanda awal hariku, terimakasih atas sarapan yang kau hidangkan
sebelum aku beranjak menuju aktivitas kerjaku, terimakasih atas kesediaannya
merapihkan barang-barangku saat aku lupa membenahinya, terimakasih atas sms-sms
peringatanmu saat aku melewati batas waktu yang ku janjikan saat sebelum ku
keluar rumah, terimakasih sudah bersedia menjadi sasaran cubitanku saat ada hal
gemas pada acara TV yang kita tonton, terimakasih atas ayam goreng bumbu
serundeng buatanmu yang selalu membuatku yang sulit makan ini menjadi lahap
ketika menyantapnya, terimakasih sudah bersedia direpotkan dengan kebandelanku
yang malas meminum obat saat sakit datang menyapaku, terimakasih untuk
segalanya yang tak sanggup ku sebutkan satu persatu namun amat berharga
dipikirku, terimakasih atas senyum yang masih kau hadirkan hingga detik ini
dirumah sederhana kita, terimakasih atas cinta dan kasihmu.
Untukmu mamah...
Aku selalu ingat bagaimana suara lembutmu berucap bahwa
kami, anak-anakmu tak boleh menjadi sepertimu, kami harus memiliki hidup yang
lebih baik dari hidupmu, kami harus menjadi lebih segalanya darimu, aku selalu
ingat pesanmu yang tak pernah bertele-tele
dan yang tak pernah terlalu rumit untuk ku mengerti itu, aku selalu ingat
bagaimana harap dan inginmu yang begitu tinggi pada kami anak-anakmu, aku
selalu ingat bagaimana raut penuh harapmu ketika pesan itu terucap dari bibirmu,
pesanmu sederhana namun selalu mengena dan kini menjadi harap yang tak pernah
absen untuk kupanjatkan pada-Nya.
Untukmu mamah...
Selamat ulang tahun, semoga Allah berkahi sisa umurmu,
meridhoi kebersamaan kita, membalas setiap apa yang sudah kau perjuangkan untuk
keluarga kita dengan Syurga yang tak terbatas indahnya, mengganti setiap air
yang mengalir dari matamu dengan kesejukan di Jannah-Nya.
Maafkan aku yang tak mampu berikan apa-apa selain cinta.
Selamat ulang tahun, mamah.
Indramayu, 11 April 2015. Untuk seorang wanita yang di kakinya ada Syurga untukku.
created by: @ninitatabon
No comments:
Post a Comment