Sunday, 19 April 2015

Selamat Ulang Tahun, Mamah

Aku tahu setiap hari yang Tuhan beri adalah anugerah, namun untuk hari ini izinkan lah aku menyebutnya dengan hari yang sendu, lebih sendu dari hari biasanya, bukan tentang nama harinya, bukan tentang rutinitas didalamnya, namun tentang angka dan bulannnya, karena kalender yang menempel didinding rumahku hari ini menunjuk pada angka dan bulan yang sama seperti  pada 44 tahun lalu saat seorang wanita yang dengan Ridho Allah hadir kedunia dengan sehat dan selamat , dengan di selimuti rona bahagia dari ibu dan bapaknya, wanita yang kini menjadi wanita paling beharga yang aku punya, wanita yang akrab ku panggil  Mamah.

Iya, hari ini adalah hari ulang tahun mamah, genap  44 tahun sudah beliau hidup didunia, orang bilang hari ulang tahun adalah hari yang bahagia, namun bagiku tidak, maksudku bukan aku tidak bahagia, tapi ada rasa yang lebih dominan dari bahagia, ialah sendu, yang sejak menyadari hari ini akan segera datang 2 hari yang lalu rasa itu sudah muncul membuat hati gelisah tak menentu. Karena hadirnya hari ini membuatku sadar bahwa kontrak kebersamaanku bersama orang-orang yang ku cinta kian bekurang, walau entah siapa yang lebih dulu pergi dari siapa. Menurutku hari  ulang tahun adalah sama seperti hari biasanya, berisi tanggal dan bulan yang selalu berulang sama setiap tahunnya, namun bedanya hari ini berisi banyak doa yang terpanjat, tapi diantara deretan doa  dan ucapan bahagia selalu terselip rasa takut yang kusembunyikan, rasa takut yang selalu menyadarkan bahwa sebuah kebersamaan selalu punya batas waktu.

Tentang hari ini, tidak ada yang spesial yang bisa kuberi, baik kado atau kejutan apapun yang mampu ku bagi, hanya sendu saja yang ku rasa sejak tadi, sesungguhnya bukan aku tidak bahagia, justru aku sungguh bahagia karena hingga saat ini Allah masih memberiku kesempatan untuk tetap bersama dengan wanita yang kucinta, namun sedih rasanya ketika menyadari betapa hari ini begitu cepat datang lagi. Rasanya baru kemarin mamah memakaikanku seragam bernuanasa biru dan menyematkan jepit rambut berwarna merah jambu juga bedak yang menempel tanpa perhitungan yang rutin dilakukan mamah saat sebelum aku berangkat sekolah pada masa TK dulu, rasanya juga baru kemarin mamah menggandeng tanganku ditengah keramaian dan mengangkat tubuhku sebisanya demi aku bisa melihat bagaimana lucunya sekelompok gajah bermain bola yang disaksikan oleh penonton yang begitu padatnya, rasanya pula baru kemarin mamah menyarankanku bagaimana cara berdandan yang baik untuk menghadiri acara perpisahan masa SMA saat dimana seluruh siswa kelas 3 diharuskan hadir disekolah dengan dandanan yang tidak seperti biasanya. Rasanya baru kemarin setiap moment bahagia bersama mamah ku buat, namun kini sudah menjadi kenangan yang terlewat, kenangan yang hanya bisa ku ingat.

Sudah amat banyak rasanya kalimat indah yang mendefinisikan tentang sosok seorang mamah, namun sungguh masih tak cukup indah untuk menjelaskan bagaimana seharusnya beliau terdefinisi, maka benarlah sudah jika nabi menyarankan kita untuk memuliakan wanita yang melahirkan kita tersebut dengan sebaik-baik kemuliaan, karena bahkan kata seindah apapun masih tak cukup indah untuk mengartikan bagaimana luar biasanya ia.

Karena aksarapun tak cukup mampu untuk mendefinisikan bagaimana  menerjemahkan indahnya mamah, maka kini kucoba untuk menjelaskan bagaimana berharganya ia, melalui sebuah hari yang kata orang harusnya penuh dengan rasa bahagia, namun aku lain mengartikannya. Bukan.. bukan  maksudku tidak bahagia, namun aku hanya tak kuasa menyadari bahwa waktu terasa cepat berlalu,  waktu terus bergulir menghabiskan jatah kebersamaan yang kumiliki bersama wanita yang kucinta. Jika memang jutaan aksara tak cukup mampu mendefiniskan cintaku untuk mamah, maka biar pula ku coba mengartikannya dengan sederhana, bahwa bagiku embun tidak akan terasa sejuk tanpa kicauan mamah yang membaweliku saat beliau tahu aku diam-diam memilih kembali berbaring  ditempat tidur saat kewajiban ibadah subuhku sudah ku tunaikan, bagiku siang akan terasa begitu terik tanpa sms mamah yang bertuliskan nada hawatir karena aku tak kunjung pulang tanpa mengabari aku ada dimana, bagiku senja tidak akan menenangkan tanpa suara serok dan sapu yang berpadu kompak membantu mamah merapikan pelataran rumah yang penuh dengan daun jambu dan ranting kering yang gugur setelah seharian mencoba bertahan pada dahannya, bagiku malam akan begitu menusuk sunyinya tanpa lagu-lagu dangdut yang melantun dari acara TV yang setia mamah tonton setiap hari walau orang-orang yang mengisi acara selalu sama dan mamah sudah hafal betul bagaimana alur acaranya, bagiku hari tidak akan berjalan sempurna tanpa itu semua, tanpa melihat mamah sibuk dengan aktivitasnya, tanpa mendengar omelan mamah, tanpa memperhatikan mamah lalu lalang mengurus  adik bungsuku yang dalam mendidiknya sungguh membutuhkan jutaan kesabaran, bagiku semua hari adalah bahagia asal tak ada murung pada wajah mamah.

Tentang hari ini, walau semua berjalan normal seperti hari biasanya, ada yang tidak biasa pada hatiku, seperti yang sudah kutulis sebelumnya, bahwa waktu terus berjalan, waktu semakin berlalu, hari ini datang lagi, hanya angka pada umur yang bertambah, namun jatah usia justru sebaliknya, berkurang, perlahan. Bagiku dunia akan terasa sangat sendu saat kita menyadari bahwa setiap yang berawal pasti berakhir, setiap yang bertemu akan berpisah, setiap yang bersama akan berjarak, walau entah kapan, walau entah bagaimana, namun setiap hari ini hadir, semua semakin terasa sendunya.

Untukmu mamah...

Maafkan aku yang hingga hari ini belum mampu berikan apa-apa, maafkan aku yang hingga detik ini hanya mampu merepotkan saja, maafkan aku yang masih belum mampu menjadi apa yang kau mau, masih sering mebangkang inginmu, masih sering menghabiskan suaramu untuk meneriaki kecerobohanku, masih sering egois dengan pendapatku tanpa mengindahkan saranmu.

Untukmu mamah...

Terimakasih atas suara gaduh dari aktivitas pagimu didapur yang menjadi pertanda awal hariku, terimakasih atas sarapan yang kau hidangkan sebelum aku beranjak menuju aktivitas kerjaku, terimakasih atas kesediaannya merapihkan barang-barangku saat aku lupa membenahinya, terimakasih atas sms-sms peringatanmu saat aku melewati batas waktu yang ku janjikan saat sebelum ku keluar rumah, terimakasih sudah bersedia menjadi sasaran cubitanku saat ada hal gemas pada acara TV yang kita tonton, terimakasih atas ayam goreng bumbu serundeng buatanmu yang selalu membuatku yang sulit makan ini menjadi lahap ketika menyantapnya, terimakasih sudah bersedia direpotkan dengan kebandelanku yang malas meminum obat saat sakit datang menyapaku, terimakasih untuk segalanya yang tak sanggup ku sebutkan satu persatu namun amat berharga dipikirku, terimakasih atas senyum yang masih kau hadirkan hingga detik ini dirumah sederhana kita, terimakasih atas cinta dan kasihmu.

Untukmu mamah...

Aku selalu ingat bagaimana suara lembutmu berucap bahwa kami, anak-anakmu tak boleh menjadi sepertimu, kami harus memiliki hidup yang lebih baik dari hidupmu, kami harus menjadi lebih segalanya darimu, aku selalu ingat pesanmu  yang tak pernah bertele-tele dan yang tak pernah terlalu rumit untuk ku mengerti itu, aku selalu ingat bagaimana harap dan inginmu yang begitu tinggi pada kami anak-anakmu, aku selalu ingat bagaimana raut penuh harapmu ketika pesan itu terucap dari bibirmu, pesanmu sederhana namun selalu mengena dan kini menjadi harap yang tak pernah absen untuk kupanjatkan pada-Nya.

Untukmu mamah...

Selamat ulang tahun, semoga Allah berkahi sisa umurmu, meridhoi kebersamaan kita, membalas setiap apa yang sudah kau perjuangkan untuk keluarga kita dengan Syurga yang tak terbatas indahnya, mengganti setiap air yang mengalir dari matamu dengan kesejukan di Jannah-Nya.
Maafkan aku yang tak mampu berikan apa-apa selain cinta.


Selamat ulang tahun, mamah.

Indramayu, 11 April 2015. Untuk seorang wanita yang di kakinya ada Syurga untukku.

created by: @ninitatabon

No comments: