Saturday, 14 December 2013

Untuk yang ku panggil Bapak


Ada seorang laki-laki yang sering ku perhatikan secara diam-diam, yang hingga saat ini masih sering kulakukan. Laki-laki itu sering duduk menunduk. Ketika pagi, sesudah mandi, ketika siang ada waktu luang, ketika menonton TV.. ah sering sekali dia duduk menunduk.

Apa yang kau fikir? tidak, dia tidak sedang bermuram merenungi hidup, dia hanya mengikuti perintah tubuhnya yang memberi sinyal kelelahan, sering juga ku dengar dia mendengkur, dia duduk menunduk untuk tidur. Lelah sekali rupanya dia, hingga tak peduli sedang apapun dia, jika ada waktu luang dia akan tetridur begitu saja. Padahal, dia sama sekali tak bermaksud bermalas-malasan, dia hanya kelelahan, bagaimana tidak? bisa kau bayangkan? ketika orang kebanyakan bekerja saat matahari terang, dia bekerja saat matahari meredup, saat matahari tenggelam di ufuk barat sana, laki-laki ini baru memulai mengais rezekinya. Dia, si pedagang pasar malam harian, penjual baju anak-anak, seorang laki-laki paruh baya yang ku panggil Bapak.

Tubuhnya yang gemuk, rambutnya yang sudah mulai memutih, kulitnya yang hitam diterpa sengatan matahari yang menemani ikhtiarnya, dan usianya yang semakin menua, hampir setengah abad kira-kira, laki-laki itu tidak seperti laki-laki pada umumnya, tubuh gemuknya membatasi gerak tubuhnya, tapi tidak dengan hatinya, dia miliki hati yang tak bisa ku deskripsikan sebesar apa kuatnya.

Aku mengutip kalimat dari sebuah novel yang pernah ku baca, katanya "enak menjadi orang berbadan besar, karena ukuran hatinya lebih besar". Sebuah kalimat dari novel karya Donny Dhirgantoro. Aku tidak peduli kalaupun kalimat itu hanya fiksi, yang ku tahu kalimat itu terbukti pada diri seorang Bapak yang aku cinta, bahwa dia bertubuh besar dan hatinya seluas samudera.

Bapak adalah laki-laki yang rela kehujanan hanya demi  agar aku bisa makan, yang rela berjuang dibawah terik kepanasan demi agar aku dapat hidup layak seperti teman kebanyakan, dan yang rela tidur larut sebelum dia melihat ku tertidur nyaman dalam selimut.

Coretan ini ku buat untuk laki-laki pertama yang ku cinta di dunia, yang ajarkan ku caranya melakukan apapun tanpa merepotkan siapapun diluar sana, yang ajarkan ku mandiri semampu yang ku bisa, seorang laki-laki yang darinya aku belajar bahwa kesedihan tak harus ditampakkan pada wajah, laki-laki yang ajarkan aku mengkamuflase rasa, laki-laki yang memperkenalkanku pada rasa berkorban sekuat tenaga, seorang laki-laki yang ku panggil Bapak.

Bagaimanapun hidup melemahkanku, Bapak tidak mengajarkanku untuk mengeluh, dia selalu katakan "kerjakan dulu, jika memang benar-benar tidak bisa bolehlah kamu meminta pertolongan pada siapapun yang bisa membantu, asal tidak mudah mengeluh". Begitulah dia, seorang laki-laki yang mengajarkanku untuk mandiri dan tidak mudah putus asa, seperti saat baru pertama kali ku kenakan sepatu bertali, bapak memintaku mengikatnya sendiri, ku katakan aku tak bisa, bapak bilang aku harus lakukan pelan-pelan dan beraturan, hingga akhirnya ternyata aku bisa mengenakan keduanya dengan benar, Bapak hanya katakan "bisakan jika kamu lakukan perlahan?". Bapak mengajariku bahwa hidup tak perlu terburu-buru, dan sebelum aku memulai sesuatu aku tidak berhak mengeluh. itu kata Bapak ku. seorang laki-laki yang rela menukar kebahagiaannya sendiri demi aku yang hanya bisa merepotkan saja.

Aku si anak yang selalu merepotkan, bagaimana tidak? hingga sebesar ini aku masih terus minta ditemani kemanapun aku pergi. Sekolah, kerja, bahkan hanya kerumah seorang teman aku masih minta diantarkan. aku tahu usianya tak lagi muda, dan banyak yang tak lagi sama, seperti tubuhnya yang semakin melemah, aku menangkap kelemahan itu saat matanya terpejam, saat dia duduk menunduk. Bapak tak lagi muda.

Untuk yang sering ku perhatikan sedang duduk menunduk..

Semakin bertambah umurku, semakin berkurang jatah usiaku, semakin dewasanya aku, itu semua membuatku tahu alasan dari segala ikhtiar yang kau lakukan, dan jawaban dari pertanyaan kenapa kau rela sakit dan menukar semua kebahagiaan yang kau punya hanya demi aku yang belum juga menjadi apa-apa. Sekarang aku tahu, bahwa itu semua karena Cinta.

Terimakasih banyak untuk kuatmu, untuk cintamu, untuk pengorbananmu, untuk semua yang sudah dan masih kau lakukan hingga nanti untuk ku. Maafkan aku yang belum juga menjadi yang kau mau. Semoga Allah mencukupkan waktu ku untuk bahagiakan mu, dan semoga Allah membalas setiap peluhmu dengan kebahagiaan yang tak lagi semu.

Bertahanlah Pak.. aku mencintaimu. 

*backsound: Ebit G Ade - Titip Rindu Buat Ayah.
created by: @ninitatabon

2 comments:

Unknown said...

Bapak ku yg sangat ku cinta Rela mengantarkan ku pergi kemanapun, ke tempat jauh maupun dekat, bapak yg selalu menemanik, yg selalu menjagaku, memenjakanku, dan membanggakanku, kadang aku suka malu ketika bapak mulai membicarakan tentang ku kepada Teman dan kerabat bapakku, mulai dari apa yg sering aku lakukan hingga membicarakan prestasiku yg sebenarnya itu hanya prestasi biasa, namun di situlah aku mengerti, bapakku yg selalu membicarakan ku, Ternyata Dia bangga Padaku, ketika beliau tidur di syurga kami yg hanya berlantaikan semen, di atap yg masih bolong-bolong, kupandangi wajah usamnya aku berdo'a untuk Bapakku "Kapan aku bisa membuatkan istana, Membuatkan Kereta Kencana untuknya di Dunia dan di akhirat nanti, apa aku bisa memberikan syurga untuk kedua orang tua ku?.. aku harus bisa, ya aku yakin aku bisa..." saat ku berprestasi,saat aku makan apa yg menjadi makanan favorit bapkku, dan saat ku teteskan air mata . saat itulah aku selalu mengingatnya .. untuk Bapak aku berjuang melanjutkan pendidikanku tanpa meminta sepersenpun kepada Beliau..agar Bapak selalu bangga Terhadap Ku yg bisa Mandiri...

#Terima kasih Nita untuk Tulisanmu tentang bapak, untuk kita yang selalu mencintai Bapak, untuk kita yg mengingat pengorbanan Bapak..
"Allah limpahkan kesehatan untuk Bapak, agar kita dapat membahagiakan Bapak"..:( :)

Nita Bonita Rahman said...

:)