Rasanya tak pantas lisankan lelah karena belum jauh kaki ini melangkah,
Rasanya tak pantas ucap letih hanya karena hati yang terus dirundung sedih,
Bukankah seharusnya diri hening dalam taat, hingga lemah itu menjadi
kuat?
Berbincang soal rindu harusnya tak selalu berujung sendu,
Namun apalah daya bagi jiwa yang merah jambu, penantian selalu terasa haru.
Diri ini bukan malaikat, hanya manusia yang ingin taat.
Namun sendu terlanjur melekat, wajar jika bayangnya tak hilang walau sesaat,
Rasa itu tak mudah lenyap walau dalam senyap, sebab sebuah nama terlanjur menetap dalam harap.
Wahai kamu yang selalu ku sebut dalam akhir sujud, sadarlah bahwa diri ini berharap setiap doa yang dengan lirih ku sebut dapat terwujud.
Wahai kamu yang membuat rasa ini berdenting, bantulah diri ini menyusun serpihan rindu yang lantak berkeping dengan doa dalam hening.
Wahai kamu yang terlanjur membuat luluh, mampukah kamu mendampingiku agar dien ini menjadi utuh?
Atas nama rindu yang tertahan sebab demi Ridho-Nya ia tak terungkapkan,
Biarkan rindu terbingkai dalam keistiqomahan,
hingga semua berujung pada
pertemuan yang waktupun tak akan pernah berani memisahkan,
bermuara pada
kebersamaan yang jarakpun tak bernyali mempermasalahkan,
dan biarkan
semua terasingkan, hingga ridho Allah menghalalkan.
Sabarlah wahai hati, cinta selalu datang tepat waktu, tidak pernah datang terburu-buru, selalu hadir dengan cara yang anggun lagi ayu.
Ini coretan tentang rindu untuk kamu, dari ku yang berharap dapat berjamaah satu shaff dibelakangmu.
Created by: @ninitatabon
No comments:
Post a Comment