Friday, 26 October 2012

Aku mendengar dan aku mengerti.


Di tempat ini..
Bersama kalian,  orang yang sama.
Bersama kalian,  rasa yang sama.
Bersama kalian,  dalam percakapan yang sama
Pagi hari, siang pula, sore dan malam pun..
Tetap sama, kalian.. cinta ini, cinta kami.

Hal yang sama..
Diam, bukan tak peduli.
Diam, bukan tak ingin dianggap tak mengerti.
Diam, berdoa dalam hati.
Untuk kami, cinta kalian.. aku mengerti.

Ingin..
Masuk kedalam satu dialog.
Bersama mencari satu pemikiran.
Menenangkan fikir yang tak karuan.
Mendapatkan satu rasa.. nyaman.

Aku..
Tumbuh dan berkembang karena kalian.
Dewasa dan ingin bahagiakan kalian.
Harap dan hidup untuk kalian.

Dan aku hanya ingin melihat sebuah senyum lega, senyum tanpa beban dalam wajah yang mulai menua, wajah kalian.

Ingin..
Memeluk tubuh tua kalian.
Mendekap lembut hati gelisah kalian.
Menghapus jauh rasa takut kalian.
Dan, mengucapkan “sayang ini milik kalian”.

Apa yang harus dilakukan?
Berdoa saja kah?
Melihat air mata yang jatuh di pipi yang mulai menua tanpa dapat menyekanya?
Menonton kegelisahan tanpa batas?
Menyaksikan keadaan yang selalu sama?
Diam dalam keinginan untuk bergerak?
Mendengar dialog itu-itu saja?

Tidak, aku ingin berhenti..
Aku ingin kalian anggap aku mengerti.
Aku ingin kalian menghargai sebuah hati.
Karena aku mendengar, dan aku mengerti.

Harap dan Orang tua.

Dari sekian ribu sel telur yang berebut ingin menjadi seorang janin anak manusia.. Aku adalah pemenang, aku terpilih, dan aku dipertahankan. Ibu, bapak.. Mereka, dua orang manusia, sepasang malaikat penjaga yang dikirim Allah langsung atas ridho-Nya.

Aku.. Seorang anak, titipan sang pencipta, buah hati sepasang malaikat, sebuah amanah.
Aku.. benih yang seorang wanita jaga dalam rahimnya, janin yang dibiarkan tumbuh dalam tubuhnya, seorang calon manusia yang diberi kesempatan untuk hadir ke dunia dengan cara mempertaruhkan nyawa seorang wanita.. Ibu.

aku.. Seorang makhluk lemah yang diperjuangkan hidupnya oleh seorang laki-laki tangguh, laki-laki yang selalu berjuang mencari rizki yang halal untuk gizi dalam tubuhku, laki-laki hebat yang membanting tulangnya setiap hari untuk kelangsungan hidup seorang istri dan anak-anaknya, seorang laki-laki kuat yang tak merasakan teriknya matahari,sakitnya angin malam, dan dinginnya dibasahi air hujan yang sangat deras demi istri dan anak-anaknya yang menanti disebuah rumah sederhana, laki-laki yang lebih dari sekedar luar biasa.. Bapak.

aku diperjuangkan, aku dipertahankan, aku dilindungi, aku dirawat untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Aku.. Seorang anak yang diberikan kebahagiaan oleh mereka dengan cara apapun, aku yang dicintai. Mereka mempertaruhkan apapun, nyawa, harta, benda dan semua yang mereka miliki, mempertaruhkan semuanya untuk ku, untuk bahagiaku.. Saat sudah tak ada yang mampu dipertaruhkan, tak ada lagi yang mampu diberikan, mereka rela menanggung beban dengan berhutang pada siapapun, demi kelangsungan hidupku.. Hidup layak ku.

lalu, ketika aku mulai tumbuh dan berkembang, aku miliki cita-cita, miliki keinginan, miliki angan, dan miliki cinta.. Untuk siapa lagi jika bukan untuk mereka?
Bahagia ini? Tawa lepas ini? Tangis haru ini? Keinginan itu dan ini? Untuk siapa lagi? Untuk siapa lagi jika bukan untuk sepasang malaikat yang dinamakan "orang tua".
Dan.. Ketika keinginan itu, cita-cita itu, harapan itu bukan menjadi bahagia mereka, ingin mereka, harap mereka, harus apakah kita? Akan menjadi apakah harap yang tanpa bahagia mereka? Akan menjadi apakah ingin yang tanpa ridho mereka?
Harapan besar, keinginan besar, akan mati begitu saja ketika mereka.. Sepasang malaikat itu menginginkan harap yang lain, harap yang tak kita ingini, harap yang.. Bukan harapku.
Akan menjadi apa harapku? Akan menjadi apa? Walau ku tau harap mereka adalah baik untuk ku, ingin mereka adalah pasti indah untuk hidupku, karena ridho mereka adalah ridho Rabbku. Namun.. Tetap sulit untuk ku.

aku diciptakan bukan untuk menjadi seorang pembangkang, aku di lahirkan untuk menjadi penyabar, aku dirawat untuk menjadi pembuat bahagia, dan aku diberikan kesempatan hidup menginjak dunia untuk membanggakan mereka.. Orang tua ku.

Aku diberikan kesempatan hidup dengan harap kebahagiaan orang tua ku.
Aku diberikan kesempatan hidup dengan harap kebanggaan orang tua ku.
Dan.. aku diberikan kesempatan hidup, untuk mampu menjadi benar, dan mampu membawa orang tua ku berjalan menuju surga Rabbku.

“Ridhollahi biridhowalidaini” – ridho Allah ada pada ridho orang tua.
 Apapun harapku, apapun inginku, apapun cita-cita ku, semua untuk orang tua ku, dan suatu keadaan tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kesuksesan selama ridho orang tua tak ada di dalamnya.

Untuk sepasang malaikat, untuk orang tua ku.

Sunday, 21 October 2012

Berbatas.



Menunggu, hanya sekedar menunggu sapa..
Berharap, hanya sekedar berharap sesaat saja..
Mengerti, mengerti bahwa tak selamanya yang di tunggu akan selalu datang..
Mengerti, bahwa yang di harap tak selalu tercapai.

Jika menunggu lalu kemudian datang dan hanya sejenak, itu cukup..
Jika berharap lalu kemudian benar menjadi nyata (sekejap), itupun cukup..
Namun, ketika semua lebih dari yang ada dalam asa?
itu lebih dari sekedar cukup..
Lebih dari sekedar biasa saja..
Lebih dari (bahagia)..
Lebih dari..

Ya, lebih dari..
Salah.

Yang Maha Cinta membenci semua yang berlebihan, maka batas itu ada.
Secara perlahan, namun kadang mengagetkan.

Teguran, menyakitkan.
Layaknya orang yang terbang diatas awan lalu terhempas mendarat begitu saja..
Layaknya orang yang menikmati pelangi dengan indahnya lalu petir menghantam tiba-tiba..
Layaknya melihat ribuan warna menjadi satu rasa indah lalu kemudian menjadi abu-abu, pudar..
Dan menghitam tiba-tiba.

Batas..
Paham, sangat paham..
Sekat..
Iya, aku tau!
Itu peringatan..
Terimakasih dan maaf.

Aku tau semua berbatas.

Ya Rabb.. aku mohon dengan sangat, ajari aku untuk diam.
Diam, sediam-diamnya.

*tertunduk lesu*

Thursday, 18 October 2012

"Bian dan Inginnya"


“Umi.. Umi..” seorang gadis kecil berusia 8 tahun itu mengguncang tubuh wanita muda cantik yang terbujur kaku di hadapannya dengan suara gemetar. Akibat sebuah mobil yang dikemudikan serang laki-laki muda yang mengemudi dengan seenaknya dan tidak bertanggung jawab umi dan 5 orang pejalan kaki lainnya menjadi korban tabrak lari disebuah jalan raya di daerah Bandung. Bian dan uminya sedang berjalan menuju sekolah yang tidak jauh dari tempat kejadian saat itu.

***


“kaka.. sayang , bangun ka. Udah siang..” seorang ibu membangunkan anaknya dengan lembut, “Mmmmmh.. masih ngantuk umi” jawab anaknya dengan malas. “tuuuh kan , umi bilang apa.. jangan tidur lagi sesudah subuh, ayo kaka bangun nanti telat” seru uminya lembut. Dengan masih menutup matanya anak perempuan lucunya ini memaksakan diri untuk bangkit dari tidurnya, wajahnya manis sekali, pipinya bulat merah bagai tomat yang baru saja dipetik, mata mungilya memaksa membuka perlahan. Dengan kesal Bian ngedumel “Bian masih mau tidur umiiiii..” kemudian uminya merintih sakit memegang perutnya, Bian pun reflex membuka matanya lebar-lebar dan bertanya “Umi kenapa..?”, dengan tersenyum umi menjawab “Ade bayi ikut ngebangunin kaka nih, nendang-nendang perut umi. Kaka bangun yu.. mandi”. Bian pun manyun dan dengan cara bicaranya yang menggemaskan  Bian pun marah pada uminya, masih sama dengan kemarahannya semalam, Bian merasa iri pada ade bayi yang berumur 7 bulan dirahim uminya itu, Bian merasa uminya tidak menyayangi Bian lagi dan lebih sayang pada ade bayi yang masih didalam perut uminya. Saat Bian menginginkan suatu barang pada uminya yang dirasa umi tidak terlalu penting untuk pelajaran sekolahnya pasti umi menjawab “kaka, nanti saja belinya.. uangnya kan buat biaya lahirnya ade” terus dan terus kalimat itu diucapkan uminya setiap Bian menginginkan sesuatu yang uminya tidak dapat mengusahakan saat itu untuk bisa dikabulkan, dan puncaknya adalah tadi malam ketika Bian mengutarakan keinginannya yang dipendam sejak lama, dia ingin memiliki sepedah seperti teman-teman lainnya dan umi tidak sanggup membelikannya karena umi harus mengumpulkan uang untuk biaya persalinan nanti, umi berbuat seperti ini karena masalah keuangan dikeluarga sedang tidak stabil dan bahkan terus mengalami penurunan, hal itu disebabkan karena kantor dimana ayah bekerja sedang mengalami masalah keuangan yang membuat gaji ayah dan beberapa karyawan lainnya dikurangi sepuluh persen dari gaji biasanya selama 6 bulan belakangan ini yang jika di hitung-hitung gaji ayah tidak terlalu cukup untuk biaya persalinan dan biaya hidup setipa hari anak dan istrinya sehingga umi harus memutar otak untuk menggunakan uang dengan baik. Selalu dan selalu umi memberi pengertian kepada Bian dengan bahasa yang sesederhana mungkin, biasanya Bian nurut dan tidak membantah sama sekali jika umi tidak bisa mengusahakan sesuatu yang Bian inginkan, tapi entah kenapa untuk keinginan memiliki sepedahnya ini membuat Bian berbeda dari biasanya sampai-sampai merasa iri pada adik dalam kandungan uminya.

“Kaka kalo manyun terus nanti bibirnya ga bisa balik lagi loh kaya bebek” ledek uminya yang merasa lucu melihat buah hatinya itu ngambek. Bian pun masih manyun dan dengan kesal menuju kamar mandi.

Dengan menahan rasa sakit yang amat sangat pada perutnya, Umi mempersiapkan sarapan untuk Bian didapur. Kehamilannya yang kedua ini  menurut dokter terjadi kelainan pada rahimnya yang membuat umi harus menahan sakitnya setiap hari, kelainan pada rahim umi ini diketahui saat usia kehamilan umi menginjak umur 4 bulan, umi menahan sakitnya setiap hari, menahan sakit pada perutnya untuk mempertahankan buah hati keduanya itu dan menahan sakitnya hidup ketika menyadari bahwa keuangan keluarga mereka sangat jauh dari kata cukup. Penyakit itu membuat keuangan keluarga terkuras lumayan banyak karena untuk biaya check up umi ke dokter setiap bulan agar adik Bian bisa tetap hidup dan membuat ayah bekerja lebih kerasa lagi di Jakarta, ayah rela mengambil lembur setiap hari walaupun tidak ada jadwal lembur  tapi ayah selalu meminta lembur agar mendapatkan gaji tambahan, ayah rela pulang pagi hanya untuk mempertahankan anak keduanya, adik Bian. Umi dan ayah merahasiakan ini semua dari Bian karena mereka merasa bahwa Bian masih terlalu kecil untuk mengerti. Dan sebenarnya setiap Bian menginginkan mainan apapun umi selalu berusaha untuk mewujudkannya dengan cara membuat mainan dengan tangannya sendiri agar Bian dapat merasakan kebahagiaan yang anak-anak seumurnya rasakan, meski sering sekali Bian menanyakan “umi, ko bonekanya tidak sama dengan teman-teman yang lain?” atau “tangan umi kenapa, ko di plester?”. Yaa, umi selalu membuat mainan untuk Bian dengan diam-diam, biasanya pada pagi hari setelah shalat tahajud umi rela meluangkan waktunya hanya sekedar untuk membuat mainan Bian hingga tangan umi tertusuk jarum saat membuat boneka pun tak apa asal buah hatinya dapat merasakan apa yang teman-temannya rasakan, memiliki mainan baru. Namun untuk keinginan memiliki sepedah kali ini umi bingung harus bagaimana, tapi tanpa Bian tau umi selalu menyisihkan uang untuk keperluan Bian, memutar otak untuk kebahagiaan Bian dan termasuk untuk membelikan sepedah untuk Bian.

Umi pun terduduk lemas dibangku meja makan sambil mengatur nafasnya. “Tuh kan umi elus-elus dede bayi terus..” Bian keluar dari kamar melihat uminya yang sedang duduk sambil mengelus perutnya , dan Bian pun masih melanjutkan ngambeknya. Umi pun tersenyum sambil memeluk Bian lembut dan merapikan jilbab Bian, anak itu sangat cantik. Sambil mengelus-elus perutnya umi pun berbicara dengan lembut “kaka juga dulu begini didalam sini. Umi elus-elus, umi sayang, umi bawa kemana-mana. Masak, nyuci, mandi, nyiram bunga, nyapu, tidur, sampai ke pasarpun umi bawa. Sama ka, tidak dibedakan” umi tersenyum pada Bian, “nama aku Bian, bukan kaka” sahut Bian cepat. Umi hanya bisa tersenyum melihat anak perempuan cantiknya ini. “iya iya Ka Bian” umi mencium kening Bian, “dulu waktu kaka masih diperut umi kaka juga suka nendang-nendang begini seperti ade, makanya umi elus-elus” kata umi lembut. “apa iyah?” marah Bian mulai mencair dan wajahnya sudah kembali normal tanpa raut marah, “iya, masa umi bohong” kata umi, “tapikan aku ga minta jajan kaya ade bayi sekarang, dikit-dikit kalo aku minta jajan umi bilang uangnya buat ade bayi, aku minta ini minta itu uangnya buat ade bayi” Bian kembali manyun. “huufffth..” Umi lumayan bingung apa yang harus dia jawab untuk pernyataan Bian karena umi berfikir Bian tidak akan mengerti walau dijelaskan nantinya dan rasanya kurang pantas jika anak sekecil Bian harus mengetahui masalah yang sedang di hadapi orang tuanya.  Dengan tersenyum umi pun langsung mengajak Bian sarapan dan setelah selesai makan mereka bersiap untuk berangkat menuju sekolah Bian.

 Entah kenapa pagi ini perasaan umi tidak sama seperti biasanya, resah, perasaan umi sangat tidak enak, jantung umi berdetak kencang, umi menenangkan diri dengan terus berdzikir. Merekapun bergegas berangkat ke sekolah Bian yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah. Di jalan umi merasakan sedikit mual, perasaan umi sangat sangat tidak enak, umi menggandeng tangan Bian tapi Bian melepasanya, umi mengelus kepala Bian tapi Bian tetap saja manyun, setelah berjalan agak jauh dari rumah Bian mengeluh haus dan umi lupa tidak membawa botol minum yang biasanya  Bian bawa ke sekolah, kemudian umi meminta Bian untuk menunggu sebentar di pinggir jalan karena umi akan membelikan Bian minum di warung sebrang jalan sana “Kaka tunggu disini sebentar, jangan kemana-mana yah..” Bian pun mengangguk. Perasaan umi semakin tidak enak dan tidak karuan saat menyebrang jalan, setelah sampai diwarung umi duduk diwarung sambil menunggu ibu penjaga warung mengambil sebotol air mineral di dalam warungnya. Umi memperhatikan Bian dari kejauhan, entah kenapa umi merasa sangat sedih, umi merasa tidak ingin sekejap saja lengah melihat Bian, anak itu lucu, degan jilbab di wajahnya, pipinya tembam, kulitnya putih, matanya bening membuat siapa saja yang melihatnya tertarik pada anak itu, cantik, lucu.. Bian. Umi tidak ingin melepas pandangannya sedikitpun dari Bian, umi merasakan seuatu yang aneh di benaknya, umi merasa tidak ingin jauh dari Bian, umi merasa dirinya akan terpisah jauh dari Bian, umi tidak tau kenapa umi berfikiran seperti itu.

Ternyata benar saja kehawatiran umi terbukti.

Pagi itu cukup tenang seperti biasanya, namun ternyata ketenangan itu berubah karena teriakan panik sebagian orang di sekitar jalan itu, umi pun bingung dan kaget mengapa orang-orang  disekitar jalan itu berteriak panik tidak seperti biasanya, dan ternyata dari kejauhan umi melihat mobil sedan hijau melaju kencang dengan ugal-ugalan menabrak satu orang pedagang somay keliling dan terpental jauh, kemudian diarah yang lain umi melihat ada dua orang pejalan kaki yang tertabrak juga oleh mobil sedan hijau ini, satu orang nenek pun tewas seketika dilindas oleh mobil yang dikemudikan seorang anak muda tidak tau aturan itu dan umi merasakan bahwa mobil itu bergerak menuju Bian disebrang jalan sana, umi cemas, khawatir hingga umi tanpa berfikir panjang dan tidak menghiraukan orang-orang yang mencegah umi ketika umi ingin berlari menuju Bian, umi tidak merasakan sakit diperutnya, umi tidak berfikir sebesar apa resiko yang akan dia dapatkan pada bayi diperutnya, umi sama sekali tidak menghiraukan teriakan orang-orang disekitar tempat kejadian “buuuu, awas buu!”,  Bian sangat bingung dan ketakutan , tidak tau harus berlari kearah mana, Bian berteriak sekencang yang dia bisa, menangis dan memanggil uminya yang sedang berlari ke arahnya  dan akhirnya “BRUAAAAAAAAAAAAAK..”  pemuda ugal-ugalan itu menabrak 2 korban lagi dan salah satunya adalah.. umi. Mobil sedan hijau itu melaju kencang setelah menabrak 6 orang tak bersalah. Kabur, tak bertanggung jawab.

Masyarakat disekitar tempat kejadian langsung meriung dan menolong korban-korban yang bergeletakan, Bian pun berlari menuju uminya yang terbaring di tengah jalan, Bian memeluk umi dan menangis sejadinya, membuat semua orang yang di dekatnya merasakan haru yang amat sangat, kemudian datang seorang lelaki yang memegang pergelangan tangan umi dan kemudian mengatakan “nadi ibu ini sudah tidak berdenyut...” orang itu pun memeluk Bian yang menangis. Bian melepas pelukan orang itu, Bian memeluk umi, jilbab umi sudah tidak berwarna putih lagi, merah.. menutupi hampir bagian atas jilbabnya.. umi menutup matanya dan tak akan pernah membukanya lagi, Bian menangis dan terus menangis mencium uminya, darah terus keluar dari kepalanya, uminya tidak tertolong, dan Bianpun mengelus perut uminya dan berkata “Ade bayi, ade bayi.. disini ada kaka de.. disini ada kaka, suruh umi bangun de, ade bayi suruh umi bangun. Umi.. umi..” sambil terus menangis dan mengelus perut uminya Bianpun berteriak pada orang sekitar “tolong bangunkan umi Bian, umiiiii… umiiiii… bangun umiiiiii” Bian pun mengguncang tubuh uminya dan kejadian itu membuat orang-orang yang ada di tempat kejadian benar-benar terharu, mereka berusaha menenangkan Bian namun Bian tidak ingin jauh dari jasad uminya itu, banyak orang yang berusaha  menggendong Bian tapi Bian tetap ingin di tempat itu, di samping uminya.

***

“hah.. hah.. hah” Bian bangun dari tidur siangnya dengan nafas yang terengah, Bian melihat keadaan di sekitar kamarnya. Melihat foto dia bersama umi dan ayahnya, Bian menangis. Keluar dari kamarnya, menuju kamar uminya dan menyadari bahwa orang yang di maksud tidak ada di kamarnya, Bian menuju kamar mandi, dan tetap tidak ada. Bian menangis sambil berteriak “Umiiiii.. Bian sayang umi, umi maafin Bian, Bian ga akan nakal lagi.. bian ga mau bikin umi repot lagi. Umiiiiii.. bian sayang umi” dengan terus menangis dan terisak Bian terus memanggil uminya, “Umiiii.. Bian udah ga mau beli sepedah, Bian ga mau marah lagi sama ade bayi, Bian sayang umi. Umiiiiiii maafin Bian. Bian ga mau sepedah lagi, Bian mau umiiiiii…” Bian menangis sejadinya karena menyesal dengan apa yang dia lakukan pada umi, Bian berteriak terus menerus memanggil uminya hingga Bian lelah dan terduduk di depan pintu kamarnya sambil menangis mengingat uminya. “Bian sayang umi..” bisiknya.

***

Dari arah dapur Bian mendengar teriakan seorang wanita yang suaranya sangat Bian kenal  “Kaka.. umi di dapur, kaka kenapa?”. Bian tersadar, itu.. Umi.


---

Selesai.

NB:
Disetiap keadaan pasti ada sebuah alasan, orang tua selalu mengusahakan apa yang anaknya inginkan, bahkan.. tanpa kita sadari, dan tanpa kita pinta sedikitpun. Karena mencintai itu.. memberi tanpa alasan dan tanpa perhitungan.. sama sekali. Nikmati dan gunakanlah waktu yang kita miliki bersama orang tua saat ini, karena rasa dari “kehilangan” adalah sangat menyakitkan, sekalipun itu.. bermimpi.

Terimakasih.

Maaf kalo ada yang kurang pas, baru belajar dan pertama kali bikin cerpen ^^v

Thursday, 11 October 2012

Menikmati sore (dari celah jendela)

Mengintip keadaan diluar lewat jendela kamar yang kebetulan langsung mengarah ke depan rumah. Menyaksikan sekelompok ibu-ibu yang sedang berbincang bercengkrama menghabiskan sore, menjaga anak-anaknya yang asik bermain di sekeliling mereka, entah bermain bola atau sekedar lari-larian, sambil menunggu ayah mereka pulang dari aktivitasnya, ada yang menjadi kuli, tukang bor, hingga ketua RT. Di sorenya hari, dalam perjalanan matahari menuju peraduan di ufuk barat, sore yang masih terang, sore yang ramai, sore yang indah dengan kehidupan lingkungan rumah, sore yang nyaman di Desa ini.

Semilir angin sore beradu dengan teriakan anak-anak kecil yang bermain dengan asiknya atau tangis rengekan mereka yang hanya karena si A merebut mainan si B, tawa ibu-ibu yang bercengkrama dan suara serokan sapu dari pelataran rumah yang sedang dibersihkan oleh seorang anak gadis yang mengerjakannya dengan malas mungkin karena sedang asiknya menonton tv dan bermalas-malasan menikmati sore mereka di perintah ibu mereka untuk membersihkan halaman rumah, teriakan ibu-ibu yang memanggil anaknya untuk segera mandi hingga bunyi bel atau lonceng beberapa tukang dagang keliling yang kebetulan lewatpun ikut meramaikan suasana sore ini, sore yang selalu begini, setip hari.

Langit sangat cerah dengan warna orange senja di atas sana, pukul 5 sore kira-kira tepatnya. Saya yang hanya melihat dari celah jendela kamar, melihat segala hiruk pikuk diluar sana, saya yang hanya bisa seperti ini, melihat mereka dari sini, tempat ini, dari celah jendela kamar ini. Kenyamanan sangat terasa, dan semua momen seakan terekam dan saya simpan di dalam hati dan memori ini.

Dan, suasana sore ini mengingatkan pada kawan-kawan nun jauh disana dikota orang, dan moment ba’da ashar bersama seseorang yang masih tersimpan rapih di memori ini. “Apa kabar kalian? Ingatkah semua momen kita dulu? Akankah kalian rindu suasana rumah kalian disini, di Desa ini?” – bisik dalam hati – .
Terimakasih untuk suasana sore yang tidak pernah berubah indahnya ini ya Rabb. Terimakasih , untuk komplek rumah ini. Terimakasih Manggungan, dan terimakasih untuk negeri ini, Indonesia, karena hanya ada di Indonesia suasana sore yang nyaman seperti ini.

Special thanks for ibu-ibu warga RT 01, saya senang memperhatikan kalian dari celah jendela ini, dan menjadi pemerhati yang baik untuk kalian. (walau diam-diam)
:)

Wednesday, 10 October 2012

Jenuh !

Ketika semua sudah menentukan pilihan, menjalani hidup baru, menikmati akivitas sebagaimana seharusnya, bahkan  mungkin sudah lupa pada masa lalu mereka karena terlalu sibuknya dengan kehidupan saat ini, saya masih tetap disini.. dengan segala kejenuhan, dengan keadaan yang mungkin bisa dikatakan memuakan, dan dengan ketidak nyamanan dengan hidup saat ini.
Lulus SMA, berpisah dengan teman-teman, meninggalkan semua momen (tak akan pernah bisa kembali), hanya diam dan diam –dirumah-.
Jengah.. sangat sangaaaaaaat!
Dikamar, dengan music, dengan laptop, dengan modem, dengan hidup yang seperti ini, setiap hari. Terus menerus, mendengar rengekan seorang anak umur 6 tahun yang membuat jengkel seluruh anggota rumah, menjadi objek kekesalan orang tua saat benda yang bernama “uang” membuat kepala terasa ingin meledak dan membuat hidup terasa sangat susah.
Bangun tidur, solat subuh, bingung harus apa, diam, beranjak siang, cuci piring, cuci baju, ngepel, duha, diam, menonton televisi, solat duhur, kemudian sore, beranjak  malam, magrib, isa, online, kangen temen-temen, malem, tidur . bangun pagi, solat subuh, bingung, diam, cuci piring, cuci baju, ngepel, duha, beranjak siang, duhur, ashar, diam, sore, magrib, isa, menonton televisi, online facebook, online twitter, diam, kangen temen-temen, cape, tidur. Kemudian bangun pagi, dan mengulang aktivitas yang sama terus menerus, setiap hari!
Mungkin awalnya menyenangkan, santai, menikmati keadaan, tidak ada PR, tidak ada ulangan, tidak ada perasaan was-was harus berhadapan dengan guru killer esok hari, dikamar, tidur, hidup seenaknya tanpa aturan, tapi sekarang? Terlalu sering, dan..
MUAK!
Saya sebenarnya kuliah di salah satu universitas terbuka negeri didaerah kota saya, tapi karena satu dan lain hal kegiatan tutorial baru berjalan bulan Maret mendatang. Ini bulan Oktober, bisa dibayangkan menuju ke bulan Maret itu LAMA, PANJANG, MEMBOSANKAN !
Dan saya sudah melamar pekerjaan disana sini didaerah tinggal saya, tapi Allah masih belum mengijinkan saya untuk sibuk degan pekerjaan, entah kapan Dia akan mengijinkan.
Harusnya ini menyenangkan, tidak bekerja, tidak mengerjakan tugas, tidak pusing, tidak bingung, tapi ternyata ini sangat sangat memuakan. Saya seperti daging hidup yang sekedar punya nama, tidak berguna, tidak bermanfaat bagi orang lain dan bahkan bagi orang tua saya sendiri, hanya dikamar dikamar dan dikamar, keluar rumah hanya sekedar membeli krupuk diwarung sebelah atau menjemur pakaian, saya sampai lupa bagaimana rasanya sinar matahari karena setiap hari dan setiap waktu saya hanya melihat hal yang sama, keadaan yang sama, tempat yang sama, jika saya tidak ada dikamar ya berarti saya dikamar mandi, jika tidak ada dikamar mandi ya diruang tivi, jika tidak ada di kamar mandi dan ruang tivi ya berarti dikamar.
Hampir gila saya! Bingung, linglung, dan saya rasa tidak ada satu orangpun yang ingin menjalani hidup seperti yang saya jalani. Saat diam dan sepi itulah saya rindu kawan-kawan, saya iri pada mereka dengan kehidupan baru mereka, dengan  kesenangan-kesenangan mereka dengan kawan barunya, dengan keluhan tugas kuliah yang seabregnya, dengan keluhan letih karena mendapat shift malam saat bekerja, dengan cerita-cerita seru mereka, saya iri.. sangat sangat iri. Kadang hanya bisa tersenyum membaca update’an status facebook mereka, kicauan mereka di twitter, hanya bisa melihat dari kejauahan dan mungkin mereka pun tidak tau itu. Kepo atau apalah itu namanya, hanya sekedar ingin tau kegiatan mereka, keadaan mereka apakah baik-baik saja atau tidak, perkembangan pergaulan mereka, walau menyakitkan, membuat iri, dan membuat semakin rindu, asal saya tau mereka baik-baik sajapun itu cukup. Walau mereka tidak pernah tau.
Saya hanya bisa menulis di sini, di blog ini, tentang hidup saya yang membosankan ini. Hiburan yang saya dapatkan hanya dari televise, music, internet (jika modem terisi, jika tidak.. yaa bisa dibayangkan), melihat foto kawan-kawan yang masih saya simpan (dan akan selau saya simpan).
Stress!
Sekarang saya jadi banyak jerawat, sangat berbeda dengan jaman SMA beberapa bulan yang lalu, sekarang saya gampang stress, gampang diem, stress karena tidak ada pekerjaan, dampak dari stress itu akan menuju kepada wajah , jerawat keluar satu persatu dan alhasil menjadi banyak. Selain stress dengan hidup yang dikatakan memuakan ini jerawat saya juga mungkin tumbuh karena perasaan saya terhadap seseorang yang saya pendam, entah perasaan apa ini, perasaan yang membuat saya memikirkan orang yang sama terus menerus, dari sekian banyak teman yang saya fikirkan hanya dia yang sering muncul difikiran saya. Dan mungkin hanya dia yang membuat hari-hari memuakan saya ini memiliki sebuah warna, meskipun saya tidak tau ini warna apa, tapi ini cukup membuat saya bahagia walau harus rela menanggung jerawat karena rindu atau sejenisnya, dan diapun tidak mengetahui.
Sepi, sedih, sendirian, stress, hanya bisa on facebook, on twitter, untuk mengetahui kabar kawan-kawan yang jauh disana, hanya bisa menulis blog, menulis note untuk mengutarakan perasaan, mengutarakan rindu , tanpa saya tau mereka membaca atau tidak, mereka peduli atau tidak, mereka mengerti atau tidak.
Saya benar benar sangat sangat sangat bosan ! saya malu pada jam yang terus berputar, yang mengharapkan saya melakukan sesuatu perubahan atau apalah itu yang membuat hidup saya dan keluarga menjadi lebih baik lagi, tapi saya tidak tau harus berbuat apa, saya malu pada waktu yang mengharapkan saya untuk bergerak, saya malu pada rumah ini mungkin jika  rumah ini dapat berbicara dia juga akan mengatakan kemuakannya melihat saya melakukan hal yang sama SETIAP HARI, saya tidak tau harus berbuat apa, tidak tau sama sekali.
Dan.. sekarang saya mengerti jika “Kebebasan” tidak selamanya menyenangkan.

Semoga Allah meridhoi saya untuk merubah hidup ini, dan memberi jawaban atas semua pertanyaan saya lewat ibadah dan semua kegiatan yang saya lakukan -setiap hari-.

Monday, 8 October 2012

Dan, Kamu terlalu.. indah.

Diam, merasakan..
Diam, berfikir..
Diam, dan.. maaf.

Ini tidak seharusnya, lagi-lagi ini tidak seharusnya.
Munafik! Itu aku. Benar.

*berdialog dengan hati*

Tidak bisakah mulutmu berhenti bicara?
Tidak bisakah otak mu berhenti berfikir?
Tidak bisakah hatimu berhenti merasakan?
Harusnya kau lakukan ini saat perjalanan 2 tahun lalu!
Harusnya kau rasakan ini saat kau ada di jalan yang sudah kau tutup!
Harusnya kau tak begini!
-

Salah..
Saat aku tak ingin bicara pada siapapun, tapi aku tak sadar aku sudah membeberkan semuanya..
Saat aku tak ingin ada seorang pun yang tahu, tapi aku tidak berhenti memberitahu..
Dan, saat aku tak ingin semua mengerti, tapi aku memberikan penjelasan.

“tak akan ada asap jika tak ada api” kalimat ini menyadarkan.

*kembali berdialog dengan hati*

Apa pernah kau merasakan apa yang dia rasakan?
Apa pernah kau merasakan apa yang mereka rasakan?
Dan apa pernah kau merasakan bagaimana menjadi dia yang kau kagumi?

Kini aku berbicara, tapi kau seakan tak menganggap aku ada di tubuhmu”, itu mungkin kalimat yang ingin sebuah hati katakan padaku didalam sini, dalam rongga dada ini.
Kau bodoh!”, itu mungkin kalimat yang ingin otak ini katakan, didalam kepala ini.
Kau tidak pantas!”, dan itu mungkin yang ingin sebuah waktu katakan padaku, pada diri yang salah ini.

Perasaan ini sudah berlebihan.
Sangat berlebihan.

Apa arti air mata dalam doa mu?!
Apa arti rintihan hati di Qiyamul lail itu?!
Apa arti “menitip rasa pada Rabb mu” ?!

Lemah! Bodoh! Tak pantas!
Dia disana dengan hidupnya, mereka disana dengan mulut-mulut manisnya, dan kau disini dengan kobodohan mu!
“kau harus berhenti!” bentaknya. “Tapi aku masih ingin memperjuangkan apa yang pantas aku perjuangkan” rintih ku. *dialog singkat dengan hati*

Entah mungkin atau tidak mungkin.
Entah di ridhoi atau tidak di ridhoi.

Dan kini, aku tak tau harus melakukan apa.
Tak tau harus merasakan apa.
Tak tau harus memikirkan apa.
Tak tau harus berhenti atau tidak.

Hati, perasaan, dan kenyataan.

Friday, 5 October 2012

dipertemukan, kembali..

Menunggu..

1, 2 , 3 hari dan tiba pada harinya. Bertemu kembali, berusaha mengendalikan rasa dan diri.. ba’da ashar waktu yang ku nanti setelah menunaikan sholat ashar aku bergegas mandi dan mempersiapkan diri.

Sore itu..

Handphone ku berbunyi tanda sebuah pesan masuk, setelah ku lihat siapa pengirimnya ternyata sebuah nama yang ku tunggu. “Nanti mau berangkat jam berapa?..”  sebuah pesan dari seseorang di ujung sana, yaa kami sudah membuat janji sebelumnya bersama teman yang lain juga untuk merembukan sebuah acara untuk mempererat silaturahmi dengan teman-teman lama, setelah ku baca segera ku balas pesan itu, “saiki?..” (jawa: sekarang?), dengan perasaan yang tidak biasa saat mengetik, dan handphone ku pun berbunyi kembali dan sebuah pesan terlihat disana “ditanya ko balik nanya?..”, dengan tersenyum ku balas pesan dengan santai “berangkat saiki maksudnya bisa ga kamunya?..” dan si dia pun kembali membalas “belum mandi..” dengan menghembuskan nafas agak panjang kubalas sms itu dan dengan sedikit candaan “saya si udah beres dari tadi, ya udah kamu mandi dulu sana.. bau eh”.
Setelah lama tak kunjung dibalas sms yang ku kirim, hampir setengah jam ku menunggu dengan rapihnya  sambil menonton sebuah acara di televisi, kemudian handphone ku kembali berdering terlihat sebuah kata ajakan disana “hayuu..” pertanda si dia sudah tiba diujung gang rumahku, segera ku bergegas meminta ijin kepada ibuku sebelum pergi.
Di ujung gang itu terlihat siluet sosok yang ku kenal betul siapa pemiliknya, yaa dia.. orang yang sedari tadi ku nanti, raut muka yang tidak berubah , sosok yang sama tapi dengan gaya rambut yang berbeda dengan  3 bulan lalu, terakhir aku bertemu dengannya rambut dikepalanya masih cepak tapi sekarang dia sangat berubah dengan gaya rambut biasanya, tapi satu yang tetap sama, dia tetap.. indah.
Dengan baju bergambar siluet dirinya, switer yang menempel di badannya yang di biarkan terbuka begitu saja, dan jeans hitam yang dia kenakan. dia.. tampan. dia bersama amad, amad adalah julukan yang kuberi untuk motor yang selalu setia menemaninya entah ke sekolah atau kemanapun dia pergi, dan amad adalah motor yang biasa dia gunakan untuk memberikan tumpangan untukku saat masa sekolah kemarin, suara motornya berisik dan asap pasti mengepul keluar dari kenalpot saat si amad melaju dengan gagahnya dijalanan.
Aku berlari kecil menuju ke arahnya, terlihat senyum disudut sana yang sangat lembut. setiap kali ku  melihat senyumnya seakan duniapun mengiyakan bahwa senyum itu telah membuat atmosfer di sekelilingku berubah menjadi.. indah.
Dengan candanya dia menyeru kecil padaku “jangan lari-lari, nanti nepluk..” (jawa: jatuh), dan terdengar tawa renyahnya disana, hanya ku balas dengan sebuah tawa ringan untuknya. Kini ku berada tepat didekatnya, didekat orang yang ku fikirkan selama ini, setelah lulus sekolah dan tak bertemu dengan kawan-kawan lagi, hanya dia yang sering duduk manis dipikiranku setiap hari, orang yang ku rindu tawanya senyumnya, tubuh tegapnya, sosok konyol dan tenangnya, everything about him.
Teduh raut mukanya belum berubah  sama sekali setelah sekian lama tak bertemu, masih dan selalu.. indah.

Thursday, 4 October 2012

Kalimat Ajaib di buku Donny Dhirgantoro - " 2 "

  • -        “ Wanita adalah kekuatan, wanita adalah kelembutan, dan wanita adalah ibu dari cinta”
    -          “Kamu itu perempuan, kalo mau nangis ya nangis aja.. tapi kamu harus punya lasan kuat untuk itu, menangislah untuk sesuatu yang baik, bukan suatu yang sia-sia”
    -         “Laki-laki memang belum jadi laki-laki kalau belum merasakan besar dan tulusnya cinta seorang perempuan. Tulus.. penuh untuknya”
    -          “Hidup diantara cinta adalah luar biasa, semua benar-benar hidup, ketakutan menjadi kekuatan, keraguan menjadi keyakinan, dan impian menjadi kenyataan”
    -       “Cinta selalu datang diantara kebahagiaan dan kesedihan, dan ketika kamu mencintai kamu menjadi kuat. Diantara kesedihanmu dia datang menguatkanmu”
    -           “Cinta bergerak, mengubah, memenuhi, dan memperbaiki segalanya”
    -          “Aku berani mencintai, aku mencintai dengan berani”
    -         “Mencitai itu.. tidak putus asa”
    -          “Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia karena Tuhan sedikitpun tidak“
    -          Hidup selalu melahirkan batas antara harapan dan kenyataan”
    -         “Bermimpi saja tidak cukup, dan sebuah impian memang seharusnya tidak perlu terlalu dibicarakan tapi diperjuangkan”
    -         “Jangan biarkan imajinasi negative kita melebihi kekuatan penciptaan imajinasi positif“
    -         “Jangan terus berfikir positif karena itu membuat kita menjadi tidak waspada“
    -         “Hanya seorang pengecut yang menginginkan hidupnya sempurna”
    -          “Ada harapan disetiap keterbatasan“
    -          “Karena kita dalah apa yang kita percayai“
    -          “Masa lalu hanyalah sebuah luka kecil dibandingkan dalamnya pengalaman“