Apalagi yang bisa dikata jika lisan sudah nyaris kebingungan harus merapal apa, pada hati yang terus bergumam, aku harus memohon maaf, sebab kuputuskan gumamannya kini ku suarakan dalam sebuah surat dengan penerima tanpa nama. Surat ini, untukmu.
Selamat
malam kamu yang kelak menjadi imam di masa depanku..
Apa
kabar? Aku harap kamu baik-baik saja, karena aku belum bisa merawatmu jika
memang kamu sedang kenapa-napa, aku hanya bisa berharap kamu sehat dan baik-baik saja dari sini, dari sudut yang entah saat ini kita berjarak
sejauh mana, jarak yang masih menjadi rahasia yang kelak akan terkuak saat kita
dipertemukan pada jamuan sakral setelah jabat tanganmu terlepas dari tangan
bapakku seusai akad. Untuk saat ini biar jarak antara kita tetap menjadi
rahasia.
Selamat malam, kamu..
Malam
ini entah kenapa aku amat ingin berbincang denganmu, berdiskusi tentang kita.
Malam ini aku sedang rindu ber-aku-kamu dengan seseorang, diluar juga cuaca
sedang bersahabat, sebab kini dibumi bagian kuberpijak semestinya sudah usai dari musim penghujan, namun semakin hari, alam semakin sulit ditebak, hingga beberapa hari lalu, hujan masih saja menyapa membuat bingung para ibu yang ingin mengantar anak mereka kesekolah dan para bapak yang sudah bersiap berangkat kerja, namun malam ini berbeda, bulan mengintip malu-malu, gemintang berkelip
genit tersipu, mereka bertebaran membentuk gugusan yang syahdu, malam amat cantik diluar
sana, dan jika kau ingin tahu, aku menikmati keindahan malam ini dengan
ditemani segelas bajigur hangat yang tak pernah bosan ku sesap, dan rasanya
terlalu mubazir jika malam seromantis ini hanya ku nikmati seorang diri, sebab ibuku
sedang menemani adik bungsuku mengerjakan PR, adik perempuanku tengah sibuk
dengan tugas sekolah di kamarnya, dan bapakku tak mungkin mau kuajak duduk berdua
menikmati malam, televisi lebih menarik perhatiannya. Bingung ingin berbincang manis dengan siapa,
maka ku tulis saja surat ini untukmu, untuk kamu seseorang yang kelak akan ku
panggil “Kanda”, untuk kamu seseorang yang genggamannya saat ini amat ku rindu
sekalipun belum pernah ku sentuh, kamu yang kelak tatapannya menjadi tempat
favoritku untuk berteduh, kamu yang senyumnya aku yakin akan selalu berhasil membuatku
mati kutu, kamu yang kelak dihatimu aku terpaku, kamu yang akan menjadi nahkoda dalam bahtera yang kunaiki untuk menuju Jannah-Nya. Seseorang itu kamu. Ya, kepadamu
surat ini dituju.
Saat
ini kamu sedang apa? Aku harap kamu tidak sedang sibuk, dan kamu memiliki waktu
untuk sejenak membaca surat cinta dariku ini untukmu, tidak banyak yang akan ku
utarakan, karena bukankah lebih manis jika kita membahas banyak hal saat tidak
ada lagi jarak yang menghalangi mata kita untuk saling menatap, dan saat tidak
ada lagi waktu yang mengganggu kita untuk duduk berdampingan dengan jemari yang
saling bertaut? Dan dalam surat ini pun
aku tidak ingin banyak bertanya, karena toh akhirnya semua pertanyaan hanya
akan menggantung dilangit-langit kamarku seperti malam-malam biasanya, kan?
tapi bukan berarti tidak ada yang ingin aku sampaikan kepadamu, surat ini hanya
tentang sedikit resahku, resah yang sudah hampir sesak kuperbincangkan seorang
diri.
Untuk
kamu yang sungguh aku belum tahu siapa dan bagaimana kamu berupa, saat ini aku amat
ingin melegakan sedikit sesak, sesak yang aku rasa hanya kamu yang bisa
melegakannya walau kita sama-sama belum pernah bersua, ah... jangankan berjumpa, membayangkan parasmu
seperti apapun aku tak bisa, namun bagaimanapun kamu, kelak aku yakin aku
adalah wanita paling beruntung dimiliki olehmu, menjadi pendampingmu, menjadi
ibu dari anak-anakmu, dan menjadi permaisuri di istana kita. Aku yakin itu.
Oh
ya, tentang resahku, entah mengapa aku selalu hawatir kelak saat jarak bukan
lagi masalah untuk kita, saat kita selalu bersama dari awal membuka mata hingga
malam kembali memeluk kita, aku resah dan khawatir kamu tidak bisa menerimaku,
menerima aku dengan segala kurangku, kamu perlu tahu beberapa hal tentangku,
akan ku ceritakan disini, tapi yaa beberapa hal saja, banyak hal lainnya biar
nanti saja ku ceritakan, saat kita sudah hidup dibawah atap yang sama, menatap
bintang dari tempat yang sama dengan menyesap dua cangkir bajigur,
berdampingan. Kamu perlu tahu, aku adalah orang yang ceroboh dan mudah lupa,
sering sekali saat ku taruh sebuah barang, 5 menit kemudian sudah lupa
kuletakkan dimana, selalu harus dua kali mengerjakan sesuatu karena pasti ada
saja kesalahan pada hal yang kulakukan di
kali pertama, kau juga harus tahu, aku adalah orang yang sulit fokus pada suatu
hal, tapi jika sudah sekali kufokuskan, aku akan lupa pada banyak hal, dan aku
adalah wanita yang mudah sekali panik, misalnya saja aku bisa panik jika ada teman yang
kehilangan sesuatu, kerena aku juga seorang yang perasa, aku akan panik karena
berpikir apakah aku yang menghilangkannya? sebab aku yang selalu mudah lupa
menaruh sesuatu? Huft.. seberantakan itulah aku, dan yaa kamu memang harus tahu
itu, resah rasanya menyadari segala hal ceroboh yang bersarang ditubuhku ini.
Itu
sedikit “bocoran” tentang apa yang melekat ditubuhku, “bocoran” yang terlihat
dan orang lainpun dapat menilainya dengan cepat. Kini saatnya aku bawa kamu mengenal
sedikit tentang apa yang tidak bisa terlihat dengat kasat mata oleh orang lain tentang aku, kuajak
kamu berbincang sedikit tentang urusan batinku, lagi lagi, sedikit saja, aku
tidak ingin kamu tahu terlalu banyak, sebab aku hanya ingin menceritakan semua
jika kita sudah bersama, agar aku bisa melihat bagaimana sorot matamu saat tahu
bahwa aku memang jauh dari sempurna. Ini perihal perasaan, tentang hal itu kamu
harus tahu bahwa kelak saat kita dipertemukan, kamu bukanlah yang pertama singgah
dihatiku, aku miliki kisah lalu, sama sepertimu, aku yakin begitu. Sebelum
bertemu denganku aku yakin pernah ada nama lain yang singgah dihatimu, bukan?
Ya,
aku pernah jatuh cinta pada seseorang sebelum kamu, sungguh maafkan aku atas apa
yang telah ku lakukan itu, ku akui aku hanya perempuan biasa yang mudah luluh, walau
aku tahu tidak semua perempuan begitu, namun nyatanya aku memang bagian dari
mereka yang selalu tersipu mendengar puji, dan selalu mudah terbuai jika di
suguhkan janji. Selain surat cinta, bolehlah surat ini disebut sebagai sebuah surat
pengakuan terbuka, dan aku harap kamu tidak jengah membacanya. Selain pernah jatuh cinta, sebelum bertemu
denganmu aku juga pernah amat sangat terluka, pernah ada diposisi kebingungan dalam harapan yang ku buat
sendiri, perlu kamu tahu, bahwa aku adalah wanita yang sangat sensitif dengan
komitmen, dan aku harap kamu bukan orang yang menyepelekan hal itu. Aku pernah disuguhkan segunung janji, dan bagiku,
janji adalah hal yang tidak main-main untuk di ucapkan, sekali ia terlisan,
hatiku akan membangun tinggi sebuah harapan, bisa kau bayangkan setinggi apa harapan yang kubangun untuk janji yang kuterima sebesar gunung?
Oh, duhai, Kanda... sebentar, aku membahas tentang ini sama sekali bukan bermaksud membuatmu cemburu, aku
menulis ini hanya agar kamu tahu apa-apa yang aku rasa sebelum ada kamu, dan aku sangat berharap kamu bukan orang yang demikian mudah mengucap janji, aku harap kamu adalah pria yang menjaga betul lisanmu dan menghargai kaumku.
Pun bukan, aku menulis ini untukmu bukan untuk membahas tentang masa laluku, justru aku ingin membuat kamu tahu bahwa sekarang aku sudah baik-baik saja, hatiku sudah sembuh dari patahnya, surat ini kutulis untukmu pun demi kamu tahu bahwa aku telah siap mengarungi masa depan bersamamu, teramat siap
bahkan, hingga aku amat berani dengan gamblang menulis surat ini untukmu, membiarkan dunia ikut membaca keresahan dan inginku padamu padahal
aku belum tahu siapa kamu. Bahkan lebih dari itu, kamu harus tahu, dan bolehlah aku kau sebut gila, sebab sangking siapnya aku menapaki masa depan bersamamu, aku sudah miliki nama untuk seorang bayi perempuan mungil yang akan meramaikan rumah kita. Kau ingin tahu siapa? Bisalah jawaban dari pertanyaan ini kau jadikan semangat untuk menjemputku segera ;)
Namun aku sadar, kita tak boleh tergesah, sebab kata Murabbiyahku tergesah adalah sifat setan yang tak patut kita mengikut, aku tak sedikitpun bermaksud memaksa atau memintamu datang segera tanpa persiapa apa-apa, aku tahu Allah sebaik-baik pembuat rencana, Dia tahu kita sama-sama belum mampu, kita sama-sama masih rapuh. Maka lewat surat ini, dengan segenap cinta yang kupunya aku sungguh memintamu tetap istiqomah, sebab kata orang jodoh itu persis sama, jika sang arjuna terluka, maka sang permaisuripun tidak akan merasa baik-baik saja, maka kuminta kau tegar dalam keistiqomahan, tidak mudah goyah pada segala prinsip baik yang kamu yakini, kuat dalam memegang aqidah yang agama kita atur, agar disini, aku, tulang rusuk kirimu yang bengkok ini turut merasakan segala kuatmu, segala keteguhanmu, walau aku tidak tahu bagaimana caranya keteguhan kita bisa saling terhubung, tapi aku yakin janji Allah itu benar, bahwa perempuan baik untuk pria baik, maka pria teguhpun untuk wanita yang teguh, kan?
Dan lewat surat cinta ini, selain karena ingin menyampaikan sedikit resah, juga ada batin yang teramat ingin berbincang
denganmu menguak satu tanya, dan ada fisik yang kelelahan sebab tersiksa dipaksa
untuk terlihat baik-baik saja sedang rindu berserakan dalam dada, menanti jawab penasaran, sesungguhnya kapan kita akan bersua?
Entah rasa ini harus kusebut apa, jika rindu, orang bilang itu hanya untuk yang pernah saling temu, namun kita berbeda, aku merasa kita belum pernah bersua, tapi akan tetap kusebut segala keresahan ini sebagai rindu, jika tetap ada yang tidak terima, kan kuberitahu mereka bahwa kita pernah berjumpa, kita pernah satu dilauhul mahfudz-Nya, sebelum akhirnya Allah memisahkan kita, demi menguji radar rindu kita didunia sekuat apa.
Maka harusnya kini aku bebas berkata tanpa cemas dengan komentar mereka, aku bebas menyuara segala resah lewat surat yang tiap aksaranya kususun sedemikian rupa, demi menyampaikan satu rasa, aku rindu hadirmu, duhai, Kanda.
Haurgeulis, Ba'da Isya.
-Nita Bonita Rahman-